Mainan anak perlu disesuaikan dengan usianya - AlteaCare | Foto: Envato

Semua anak perlu diberi kesempatan bermain. Sebab, aktivitas ini bisa membantu meningkatkan kecerdasan dan mendukung perkembangan anak. Namun, tidak semua mainan boleh diberikan. Orangtua perlu pelajari tips memilih mainan anak yang tepat. Sejak lahir hingga mencapai usia dua tahun, anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Di masa emas ini, otaknya berkembang dengan cepat sehingga butuh stimulasi yang tepat. Selain memberikan asupan nutrisi dan mendampingi dengan pola asuh yang baik, orangtua juga perlu memberikan si Kecil mainan yang bisa mendorong perkembangannya.Menurut dr. Susanti Himawan, Sp.A, Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Mitra Keluarga, sebenarnya anak tidak perlu mainan yang mahal. Yang terpenting, orangtua mau luangkan waktu berkualitas selama 15-60 menit untuk bermain bersama anak.“Lalu, di saat bermain orangtua juga harus berinteraksi secara aktif. Jadi, bermain dengan anak tidak sekadar rekreasi, tapi juga untuk bonding dan mengoptimalkan perkembangan anak,” tambahnya dalam live streaming AlteaTalk di akun Instagram AlteaCare (@alteacare.id) pada Jumat, 6 Januari 2023. Diskusi seputar tips memilih mainan anak di AlteaTalk kali ini sangat seru, dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang sangat peduli akan tumbuh kembang anak. Salah satunya CEO dan Co-Founder AlteaCare, Mikaela Oen.Yuk, simak selengkapnya sini!Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/7-manfaat-bermain-bagi-anak-bisa-tingkatkan-prestasi-1673003005268" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Manfaat Bermain Bagi Anak. Bisa Tingkatkan Prestasi!</a> 
<h2>Tips Memilih Mainan untuk Anak dari Ahlinya</h2>Beberapa hal berikut ini perlu dipertimbangkan saat Anda mau membelikan mainan untuk si Kecil:<h3>1. Sesuaikan dengan Usianya</h3>Tips memilih mainan anak yang utama adalah melihat apakah mainan sesuai dengan usia si Kecil. Menurut dr. Susanti, permainan anak dibagi berdasarkan dua tahapan usia, yaitu:<ul><li>Pada usia 0-2 tahun, mainan yang diperlukan adalah yang bisa merangsang sensor motorik di otaknya. Contohnya, mainan dengan bentuk, warna, dan teksturnya mencolok</li><li>
Pada usia 3-6 tahun, orangtua disarankan memberikan anak yang merangsangnya untuk berpikir dan memecahkan masalah. Sebab, pada usia ini si Kecil sudah mulai bereksperimen. Contohnya adalah permainan ular tangga, yang mengajarkan anak berhitung berdasarkan kocokan dadu. “Selain itu, anak juga belajar untuk jujur dan suportif,” imbuh dr. Susanti.</li></ul><h3>2. Pastikan Mainan Aman untuk Anak</h3>Saat mau membeli mainan, periksa dulu apakah produk tersebut aman untuk anak dan berstandar nasional.Dokter Susanti mengatakan, untuk anak usia di bawah 3 tahun orangtua bisa pilih mainan yang sekiranya tidak mudah membuat si Kecil tersedak. Sebab, pada usia tersebut anak cenderung suka memasukan benda asing ke dalam mulutnya.<h3>3. Pilih Mainan yang Multifungsi</h3>Sekarang, ada banyak mainan yang bisa mengasah berbagai aspek kemampuan anak.Mikaela sebagai orangtua baru, ikut memberikan tips memilih mainan anak. Ia mengaku memanfaatkan mainan donat tumpuk untuk buah hatinya. Saat bermain, si Kecil akan diajak untuk mengurutkan donat berdasarkan ukuran dan warnanya. Dari permainan ini, anak bisa belajar mengasah motorik halus serta kemampuan kognitifnya.<h3>4. Pahami Karakter Anak</h3>Ada anak yang suka bermain sendiri, ada juga yang mudah bosan bila tidak ada teman. Untuk itu, orangtua perlu paham sifat si Kecil agar bisa memilihkan mainan yang tepat.Dokter Susanti menyarankan, mengingat anak biasanya suka menurut bila bersama teman sebayanya, orangtua bisa juga mengusahakan agar si Kecil bermain bersama teman-teman sebayanya.<h3>5. Hindari Permainan dalam Gawai</h3>Memang, di dalam gadget ada banyak sekali permainan. Tapi, bukan berarti kita cari gampang dan memberikannya pada anak. Ini juga yang dilakukan oleh Mikaela, yang belum memberikan gadget pada buah hatinya yang berusia 14 bulan, karena dianggap belum waktunya.Sementara dr. Susanti menyarankan agar gawai baru diperkenalkan saat si Kecil sudah berusia di atas dua tahun. Namun, jangan lupa berikan batasan waktu. Misalnya, sehari maksimal dua jam dan dibagi menjadi satu jam di siang hari dan satu jam di sore hari.Dengan begitu, waktu untuk bonding antara orangtua dan si Kecil tetap terjaga. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/7-tips-agar-orangtua-bisa-bonding-dengan-anak-1657022593835" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Tips Agar Orangtua Bisa Bonding Dengan Anak</a> 
<h3>6. Sediakan Tempat Bermain yang Aman</h3>Bermain membuat anak jadi aktif bergerak. Karena itu, orangtua perlu perhatikan ruang gerak anak. “Jauhkan anak dari benda-benda berbahaya atau benda runcing lainnya, seperti gunting dan jarum di area tempat biasa anak bermain,” kata dr. Susanti. Jangan sampai malah benda berbahaya ini yang jadi mainan anak.Kondisikan juga tempat bermainnya agar anak bisa nyaman. Bila perlu, gunakan playmat agar anak fokus bermain di satu tempat saja. Itulah beberapa tips memilih mainan untuk anak dari ahli Altea.Sobat Altea yang ingin tahu lebih jauh cara memperkenalkan mainan pada anak atau seputar tumbuh kembang anak, jangan ragu untuk video call dengan dokter spesialis di AlteaCare, ya!Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan buat janji dengan dokter andalan!

6 Tips Memilih Mainan untuk Anak, Begini Menurut Ahli!

Ada banyak manfaat bermain bagi tumbuh kembang anak - AlteaCare | Foto: Envato

Sebagian besar orangtua ingin anaknya pintar sehingga selalu mencari berbagai kursus, terapi, serta kegiatan yang bisa optimalkan kecerdasannya. Tapi, kadang kita lupa kasih kesempatan anak untuk main. Padahal, manfaat bermain bagi anak itu besar, lo!Badan Kesehatan Dunia WHO bahkan sampai beri anjuran khusus buat orangtua supaya mendorong anaknya lebih banyak bermain. Sejumlah ahlinya menyusun panduan khusus terkait aktivitas fisik, perilaku sedentari, dan pola tidur untuk anak-anak. Para ahli percaya, ketika pola hidup yang sehat dalam keluarga dapat terbentuk sejak anak masih kecil, ia akan dapat mengalami perkembangan pesat sekaligus lebih sehat hingga besar nanti. Rutin melakukan aktivitas fisik dan tidurnya berkualitas, membuat anak lebih sehat baik secara fisik maupun jiwa. Selain itu, pola hidup ini bisa mencegah obesitas di usia anak-anak, yang nantinya bisa membuatnya lebih rentan terhadap penyakit di masa dewasa.Nah, yang dimaksud aktivitas fisik tentu bukan cuma olahraga, Sobat Altea. Bagi anak, bermain pun bisa jadi momen tepat buat anak untuk aktif bergerak. Lantas, apa saja manfaat bermain bagi anak? Yuk simak selengkapnya!<h2>Manfaat Bermain Bagi Tumbuh Kembang Anak</h2>Riset menunjukkan, bermain bisa merangsang perkembangan otak, fisik, keterampilan sosial, hingga prestasi akademik anak. Berikut ini adalah beberapa manfaat yang didapat bila orangtua memberi kesempatan bermain buat anaknya:<h3>1. Melatih Motorik Anak</h3>Pada anak berusia di bawah lima tahun, kemampuan motoriknya masih perlu dilatih secara rutin. Nah, manfaat dari bermain ini bisa tampak pada perkembangan kemampuan motorik halus dan kasarnya. Saat bermain, anak harus menyesuaikan gerakannya dengan permainan yang dilakukan. MIsalnya, saat main lompat tali ia harus tahu kapan harus bergerak, bagaimana cara melompat yang benar, sekaligus cara menjaga keseimbangan supaya tidak jatuh. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/infografik-perkembangan-motorik-kasar-dan-halus-anak-usia-dini-1658841314711" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">INFOGRAFIK: Perkembangan Motorik Kasar dan Halus Anak Usia Dini</a> 
<h3>2. Emosinya Lebih Terkendali</h3>Menurut ahli, bermain bisa membantu anak memahami dan memroses emosi dirinya. Saat kalah dalam permainan, anak belajar menerima rasa sedih, marah, dan kecewa yang muncul dalam dirinya. Selain itu, bermain juga membantu membentuk rasa percaya diri serta memahami identitas dirinya. <h3>3. Meredakan Stres</h3>Selain meningkatkan kesehatan dan tumbuh kembangnya, manfaat bermain bagi anak juga dapat membantu menciptakan rasa aman dan gembira. Menurut American Academy of Pediatrics, interaksi yang terjadi saat anak bermain dengan teman-temannya bisa membuatnya merasa gembira. Hal ini berpengaruh pada kemampuan tubuhnya merespons terhadap stres.Dalam penelitian, anak berusia 3-4 tahun yang cemas saat baru mulai sekolah akan berkurang stresnya setelah diperbolehkan bermain selama 15 menit. Ini dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang mendengarkan cerita sebelum mulai belajar.<h3>4. Membantu Anak Bereksplorasi</h3>Melansir Healthline, bermain dapat membantu merangsang kemampuan berpikir kritis pada anak. Lewat permainan, anak melatih daya ingat serta pemahaman akan sebab dan akibat. Nah, kemampuan seperti ini menurut ahli adalah dasar untuk perkembangan kecerdasan dan kognitif anak. Daya panca indra, kemampuan nalar, dan rasa ingin tahu yang terus dipupuk bisa membantu anak saat berinteraksi di lingkungan luar rumahnya.<h3>5. Lebih Kreatif</h3>Jenis permainan bebas dan tak berstruktur mendorong anak untuk bersikap lebih spontan sesuai dorongan hatinya. Jenis permainan ini sangat baik buat anak usia dini, karena memancingnya untuk berimajinasi.Studi di jurnal Pediatrics menyebutkan, anak-anak yang aktif bermain selama satu jam sehari memiliki kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik. Supaya anak lebih kreatif, Anda cukup beri arahan sedikit, lalu biarkan anak melakukan yang diminta. Misalnya, pasang lagu anak-anak favorit dan minta dia menari sambil mencontohkan sedikit. Begitu si Kecil sudah lancar, Anda tinggal jadi penonton yang beri semangat dan tepuk tangan.<h3>6. Mengasah Keterampilan Sosial</h3>Manfaat bermain bagi anak juga terasa saat ia melakukannya bersama teman-teman sebayanya. Si Kecil akan belajar bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain.Tidak hanya harus bisa bersosialisasi dengan baik, anak juga akan belajar cara menyampaikan ide kepada teman. Lalu, juga belajar cara berkomunikasi yang baik supaya teman-temannya memahami maksudnya.Bermain juga bisa jadi cara paling baik buat anak untuk belajar bekerja sama dan bernegosiasi. Studi yang dimuat di jurnal Pediatrics menyebutkan, kemampuan sosial yang dipelajari anak melalui bermain berkaitan erat dengan kesuksesannya di bidang akademik dan ekonomi saat besar nanti.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/7-keterampilan-sosial-yang-perlu-dimiliki-oleh-anak-1658309336507" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Keterampilan Sosial yang Perlu Dimiliki oleh Anak</a> 
<h3>7. Mencegah Obesitas</h3>Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin lewat bermain juga bisa membantu agar anak memiliki berat badan yang sehat. Studi menyebutkan, kebiasaan bermain berkaitan erat dengan penurunan pada indeks massa tubuh anak-anak. Tak hanya itu, bermain juga bisa meningkatkan kesehatan sistem imun, pencernaan, serta kardiovaskular anak. Itulah sejumlah manfaat bermain bagi anak, yang baik untuk kesehatan fisik, mental, serta kognitif dan sosialnya.Sobat Altea yang ingin tahu lebih banyak jenis permainan apa yang sesuai dengan kondisi si Kecil, jangan ragu untuk video call dengan dokter spesialis anak maupun psikolog anak di AlteaCare, ya!Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan buat janji dengan spesialis andalan! Sumber:<ul><li>WHO. Diakses pada Januari 2023. To Grow Up Healthy, Children Need to Sit Less and Play More</li><li>
Raising Children. Diakses pada Januari 2023. Why play is important</li><li>
Healthline. Diakses pada Januari 2023. The Importance of Play: How Kids Learn by Having Fun</li><li>
Healthy Children. Diakses pada Januari 2023. The Power of Play - How Fun and Games Help Children Thrive</li><li>
Yogman, M., Garner, A., Hutchinson, J., Hirsh-Pasek, K., Golinkoff, R. M., Baum, R., ... &amp; Committee on Psychosocial Aspects of Child and Family Health. (2018). The power of play: A pediatric role in enhancing development in young children. Pediatrics, 142(3).</li></ul>

7 Manfaat Bermain Bagi Anak. Bisa Tingkatkan Prestasi!

Menyediakan ruang belajar bisa jadi cara melatih fokus anak yang efektif - AlteaCare | Foto: Envato

Sobat Altea mungkin termasuk orangtua yang sering mengeluh anak sulit konsentrasi saat belajar. Supaya tidak keteteran di sekolah, kita perlu cari cara melatih fokus anak yang efektif.Bagi sebagian orangtua, menemani anak belajar atau bikin PR bisa jadi adalah tantangan yang berat. Pasalnya, perhatian anak mudah teralihkan. Bagaimana tidak, baru saja selesai satu soal, langsung nonton Youtube atau TV!Sebenarnya, ada beberapa hal yang bisa jadi penyebab anak sulit memusatkan perhatiannya. Bisa jadi, si Kecil mengalami salah satu gangguan atau masalah berikut:<ul><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/gangguan-cemas-menyeluruh-1660016388288" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">gangguan kecemasan</a></li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/gangguan-obsesif-kompulsif-1650450713266" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">gangguan obsesif kompulsif</a> (OCD)</li><li>
stres</li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/gangguan-stres-pasca-trauma-1659441823433" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">trauma</a></li><li>
disleksia</li><li>
gangguan pendengaran</li><li>
gangguan belajar lainnya</li></ul>



Lalu, bagaimana cara mengatasi itu semua?Yuk, coba cara melatih fokus anak berikut ini!<h2>7 Cara Melatih Fokus Anak Paling Efektif</h2>Beberapa langkah ini bisa dilakukan untuk membantu agar anak lebih konsentrasi dalam beraktivitas:<h3>1. Bujuk Anak Tidur Lebih Cepat</h3>Biasanya, saking asyiknya main gawai, anak jadi lupa waktu dan tidur larut malam. Kebiasaan ini sangat tidak baik dan berpengaruh pada perkembangan kognitifnya.Menurut berbagai studi, jika anak mendapat tidur berkualitas setiap malam, fungsi kognitifnya akan lebih baik. Hal inilaBaca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Umum/artikel/8-cara-agar-fokus-hidup-jadi-lebih-produktif-1662467233025" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">8 Cara Agar Fokus. Hidup Jadi Lebih Produktif!</a> 
<h3>2. Latih Selesaikan Tugas Satu per Satu</h3>Bagi orang dewasa, multitasking mungkin menjadi hal tidak biasa, tetapi tidak untuk anak-anak. Multitasking justru dapat menurunkan tingkat konsentrasi karena fokusnya terbagi menjadi dua.Jadi, cara terbaik adalah ajarkan untuk selesaikan satu per satu.Misalnya, kalau hari ini anak ada PR matematika dan bahasa Indonesia, berikan dulu buku matematika dan minta dia kerjakan PR-nya. Singkirkan buku bahasa Indonesia dari mejanya.Setelah PR matematika selesai, barulah berikan buku bahasa Indonesia.<h3>3. Pisahkan Ruang Belajar dan TV</h3>Selain gadget, hal yang sangat pengaruhi perhatian anak di rumah adalah televisi. Karena itu, sebisanya pisahkan ruang belajar dengan ruang televisi.Dengan disingkirkannya hal-hal yang membuat perhatian anak teralihkan, dia akan lebih mudah fokus pada satu pekerjaan saja.<h3>4. Ajak Anak Kerjakan Pekerjaan Rumah Tangga</h3>Cara lain untuk melatih fokus anak adalah mengajaknya mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang sederhana, semisal menyiram tanaman, mencuci piring, dan menyapu lantai.Menurut studi yang dipublikasikan di&nbsp;Australian Occupational Therapy, membantu membersihkan rumah bisa meningkatkan fungsi otak dan mengendalikan diri sendiri.Ketika kedua kemampuan meningkat, anak pun dapat lebih konsentrasi saat belajar.<h3>5. Olahraga Bersama</h3>Pada akhir pekan, ajaklah anak berolahraga. Olahraga sangat efektif untuk meningkatkan fokus anak, terutama bisa ia mengalami gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).Selain dapat meningkatkan fokus anak saat belajar, olahraga juga dapat meningkatkan kemampuan saraf motoriknya, lo!Anda bisa pilih olahraga yang mudah dan bisa dilakukan bersama, semisal jogging, bersepeda, bermain bola basket, atau bulu tangkis.<h3>6. Buat Jadwal Aktivitas</h3>Salah satu cara melatih fokus anak adalah dengan membiasakannya disiplin. Nah, untuk itu, Anda bisa buatkan jadwal aktivitas untuknya.Aturlah waktu kapan dia harus belajar, bikin PR, dan kapan dia bisa beristirahat, bermain, serta bermain gim.Menurut penelitian, jadwal kegiatan seperti ini akan mendorong anak mengerjakan pekerjaan rumah sesuai deadline.&nbsp;Selain itu, anak pun juga jadi terbiasa untuk fokus pada pekerjaannya.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/kenali-8-tipe-kecerdasan-anak-dan-potensi-kariernya-1659331244765" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Kenali 8 Tipe Kecerdasan Anak dan Potensi Kariernya</a> 
<h3>7. Hindari Terlalu Banyak Perintah</h3>Mungkin kita termasuk orangtua yang meminta anak melakukan tugasnya dengan cara memberi perintah. Ternyata, ini kurang efektif buat anak, lo!Soalnya, sikap bossy ini bisa membuat anak enggan melakukannya. Apalagi kalau perintahnya untuk melakukan berbagai hal, ia semakin sulit konsentrasi.Terlalu banyak perintah juga bisa bikin anak frustasi dan memberontak.Solusinya, pilihlah hal mana yang paling penting untuk dilakukan. Lalu, sampaikan dengan lembut pada anak.Misalnya, "Nak, ayo dikerjakan PR matematikanya sebelum jam empat sore!"Hindari memberi perintah terlalu banyak dan beruntun, misalnya "ayo, kerjakan PR-nya, jangan main gim terus, habis itu mandi, gosok gigi, terus makan!". Kalau anak sampai kurang menyimak, jangan salahkan dia. Sebab, permintaan Anda yang terlalu banyak sehingga ia kurang memahaminya.Itulah sejumlah cara melatih fokus anak yang bisa Anda coba terapkan. 
Sobat Altea yang masih khawatir karena si Kecil sulit memusatkan perhatian dan mengalami gangguan belajar, jangan ragu untuk lakukan video call dengan Psikolog maupun dokter spesialis anak di AlteaCare, ya. Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Child Mind Institute. Diakses pada September 2022. Not All Attention Problems Are ADHD</li><li>
Schlieber, M., &amp; Han, J. (2021). The Role of Sleep in Young Children’s Development: A Review. The Journal of Genetic Psychology, 182(4), 205-217.</li><li>
PBS Kids For Parents. Diakses pada September 2022. Tips for Helping Your Child Focus and Concentrate</li><li>
Neuroscience News. Diakses pada September 2022. Children’s Chores Improve Brain Function</li><li>
Sun, W., Yu, M., &amp; Zhou, X. (2022). Effects of physical exercise on attention deficit and other major symptoms in children with ADHD: A meta-analysis. Psychiatry Research, 114509.</li><li>
Cirelli, C. A., Sidener, T. M., Reeve, K. F., &amp; Reeve, S. A. (2016). Using activity schedules to increase on-task behavior in children at risk for attention-deficit/hyperactivity disorder. Education and Treatment of Children, 39(3), 283-300.</li><li>
Tribuca Play Therapy. Diakses pada September 2022. The Less You Tell Them What To Do, The More They’ll Listen!</li></ul>

7 Cara Melatih Fokus Anak Paling Efektif. Jangan Asal Perintah!

Cara mengatasi anak hiperaktif diawali dengan sikap tegas orangtua - AlteaCare | Foto: Envato

Memiliki anak yang hiperaktif bisa bikin orangtua jadi kerepotan. Cara mengatasi anak hiperaktif memang tidak mudah dan butuh perjuangan, tetapi kita pasti bisa melakukannya secara konsisten.Secara umum, yang disebut anak hiperaktif adalah anak yang memiliki perilaku sangat aktif, perhatiannya mudah teralihkan, impulsif, sulit konsentrasi, dan agresif.Beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang sering terlihat antara lain selalu bergerak alias tidak bisa diam, serta sulit diajak melakukan aktivitas yang butuhkan ketenangan, seperti membaca buku.Selain itu, anak hiperaktif juga kerap banyak bicara, sehingga orangtua sulit mengatur sang anak.Namun, bukan berarti anak seperti ini tidak dapat diatur atau diarahkan. Kita hanya perlu pendekatan yang berbeda.Yuk, Sobat Altea, kita simak cara mengatasi anak hiperaktif yang efektif berikut ini!<h2>7 Cara Mengatasi Anak Hiperaktif</h2>Berikut ini beberapa tips yang bisa dicoba dalam mendampingi anak yang hiperaktif di rumah:<h3>1. Buat Aturan</h3>Banyak orang tua cenderung pasrah dengan perilaku anak hiperaktif, sehingga membebaskannya melakukan apa yang dimau saat di rumah.Padahal, salah satu cara mengatasi anak hiperaktif adalah dengan membiasakannya menaati peraturan dan jadwal.Sebagai contoh, Anda dapat membuat jadwal kegiatan seperti ini buat anak:<ul><li>Pukul 12.00, setelah pulang sekolah langsung makan siang</li><li>
Pukul 14.00, mengerjakan pekerjaan rumah</li><li>
Pukul 16.00, refreshing dengan menonton TV atau main gim</li><li>
Pukul 17.30, mandi sore</li><li>
dan seterusnya...</li></ul>Dengan adanya peraturan dan jadwal, anak akan paham apa yang orang tua harapkan darinya.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/6-dampak-broken-home-pada-anak-bisa-depresi-1660188065785" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">6 Dampak Broken Home pada Anak. Bisa Depresi!</a> 
<h3>2. Latih Motoriknya</h3>Terapi motorik ternyata bisa jadi salah satu cara yang efektif untuk mengontrol perilaku hiperaktif anak. Menurut penelitian di Health Psychology Research, sebanyak 30% hingga 50% anak hiperaktif memiliki masalah koordinasi saraf motorik.Itu sebabnya, mereka sangat sulit melakukan tugas yang kompleks dan perlu waktu lama untuk menyelesaikannya.Beberapa contoh latihan motorik yang dapat dilakukan anak hiperaktif di antaranya adalah bersepeda, bermain lempar-tangkap bola, bermain tenis meja, bermain kasti, dan lain-lain.<h3>3. Perbaiki Pola Tidur</h3>Sejumlah pakar percaya bahwa salah satu penyebab anak hiperaktif sulit konsentrasi adalah pola tidur yang berantakan.Ketika si Kecil terlalu lama tidur atau sering terbangun pada malam hari, ada kemungkinan ia akan terlihat makin hiperaktif pada siang hari.Namun, peneliti juga mengakui belum menemukan kaitan yang jelas antara pola tidur dengan perilaku anak hiperaktif. Masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam lagi untuk memahami hubungan kedua hal ini.<h3>4. Minimalkan Distraksi</h3>Anak dengan gangguan hiperaktif sulit konsentrasi dan mudah teralih perhatiannya pada hal-hal di sekitarnya.Karena itu, saat ia sedang harus lakukan sesuatu yang butuh konsentrasi tinggi, semisal mengerjakan PR, kondisikan ruangan setenang mungkin. Singkirkan juga benda-benda yang bisa menarik perhatiannya. Selain itu, posisikan anak jauh dari jendela dan pintu, sehingga tidak akan teralihkan dengan sesuatu yang melewati jendela atau pintu. Perbolehkan dia untuk bergerak di dalam ruangan, tapi antisipasi hal-hal yang bisa memancing ingin tahunya.<h3>5. Beri Terapi Perilaku Kognitif</h3>Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT) juga kerap digunakan untuk mengatasi perilaku anak yang hiperaktif. Terapi ini juga butuh partisipasi dari orangtua.Lewat terapi ini, anak akan belajar mengasah kemampuannya dalam bersosialisasi, membuat rencana, dan mengatur diri sendiri.Namun, terapi ini bukanlah solusi satu-satunya. Anda tetap perlu berikan terapi lain untuk mengatasi perilaku hiperaktif anak.<h3>6. Berolahraga Rutin</h3>Anak yang aktif bergerak perlu disalurkan energinya. Nah, coba ajak dia joging, bersepeda, main bola, atau berenang.Menurut penelitian di Neuropediatrics, aktivitas fisik seperti olahraga dapat berdampak baik pada perilaku anak yang hiperaktif.Namun, sekali lagi aktivitas ini hanya bersifat tambahan dan tidak bisa dijadikan terapi utama. Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-cara-melatih-kesabaran-anak-cari-momen-yang-tepat-1659099186285" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">5 Cara Melatih Kesabaran Anak. Cari Momen yang Tepat!</a> 
<h3>7. Rajin Beri Reward</h3>Salah satu penyebab anak hiperaktif sulit berkonsentrasi adalah karena dia tidak memahami bahwa tugas yang dikerjakan itu sangat penting.Untuk membuatnya tersadar bahwa tugas itu penting adalah dengan memberikan hadiah atau reward. Misalnya, ketika dia sudah menyelesaikan pekerjaan rumah, berilah hadiah kecil, semisal kue atau jajanan kesukaannya.Jangan lupa juga berikan kata-kata pujian buatnya secara spesifik. Misalnya, “terima kasih, Nak, kamu sudah duduk tenang saat menunggu Mama”. Ini bisa membantu menanamkan perilaku dan pola pikir yang positif pada anak.Itulah cara mengatasi anak hiperaktif yang dapat Anda coba.Sobat Altea yang memiliki anak yang hiperaktif atau punya gangguan ADHD, jangan ragu untuk berdiskusi via video call dengan Psikolog atau dokter spesialis anak di AlteaCare, ya!Anda juga bisa buat janji temu dokter untuk berkonsultasi langsung secara tatap muka dengan ahlinya. Caranya dengan memilih fitur “Janji Temu Dokter” yang ada di beranda aplikasi.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>MedlinePlus. Diakses pada Agustus 2022. Hyperactivity</li><li>
Everyday Health. Diakses pada Agustus 2022. 10 Tips For Coping With A Hyperactive Child </li><li>
Singh, A., Yeh, C. J., Verma, N., &amp; Das, A. K. (2015). Overview of attention deficit hyperactivity disorder in young children. Health psychology research, 3(2).</li><li>
Health X Change. Diakses pada Agustus 2022. Child Development: How to Improve Coordination and Motor Skills?</li><li>
Drechsler, R., Brem, S., Brandeis, D., Grünblatt, E., Berger, G., &amp; Walitza, S. (2020). ADHD: Current concepts and treatments in children and adolescents. Neuropediatrics, 51(05), 315-335.</li></ul>

7 Cara Mengatasi Anak Hiperaktif Agar Tenang dan Fokus

Tetapkan waktu khusus untuk baca buku bisa membantu meningkatkan minat baca anak - AlteaCare | Foto: Envato

“Untuk bisa mengerti dan paham tentang segala apa pun di dunia ini, Anda harus membaca”, demikian kutipan dari Jiddu Krisna Murti, filsuf terkenal dari India. Di tengah angka literasi di Indonesia yang begitu memprihatinkan, meningkatkan minat baca anak bisa jadi misi yang sulit buat para orangtua.Survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada 2019 menempatkan Indonesia pada posisi ke-62 dari 70 negara untuk urusan literasi. Ini berarti, ketertarikan masyarakat untuk membaca masih sangatlah rendah.Ini bisa jadi tantangan terbesar kita sebagai orangtua dalam membesarkan anak. Tidak hanya memberikan kehidupan yang baik, kita juga harus membentuk kebiasaan membaca yang baik demi masa depannya.Apalagi, berbagai penelitian sudah menunjukkan manfaat membaca buku sejak dini. Tidak hanya membuat anak unggul dalam sisi akademis, membaca juga bisa menyehatkan mental dan fisik secara keseluruhan.Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara meningkatkan minat baca anak agar mencintai literasi?Yuk, simak selengkapnya di sini!<h2>Tips Untuk Meningkatkan Minat Baca Anak Sejak Dini</h2>Membangun kebiasaan anak suka baca buku itu susah-susah gampang. Nah, berikut ini beberapa trik jitu yang bisa dilakukan oleh para orangtua:<h3>1. Berikan Contoh</h3>Kalau ingin meningkatkan minat baca anak, akan lebih mudah jika orangtua juga memang gemar membaca. Semakin sering anak melihat Anda membaca, mereka akan menirunya. Mereka juga akan penasaran apa yang kita baca. Kita bisa ceritakan apa yang sedang dibaca dan mendorong mereka untuk ikut membaca.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/7-cara-agar-orangtua-bisa-dekat-dengan-anak-1659098645978" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Cara Agar Orangtua Bisa Dekat Dengan Anak</a> 
<h3>2. Membaca Bersama</h3>Anak yang masih kecil belum tentu betah membaca setiap kata yang ada di bukunya, meskipun sudah ada gambar. Lama-lama, mereka bisa bosan dan tidak lagi membaca. Maka dari itu, orangtua bisa mengajaknya membaca bersama. Awalnya, bacakan cerita buat anak. Setelah beberapa kali, Anda dan anak bisa bergiliran membaca. Misalnya, anak membaca beberapa halaman awal, setelahnya Anda yang selesaikan.Membaca bersama bisa sangat efektif mengingat anak sering punya pertanyaan. Selain itu, gaya penuturan orangtua yang menarik bisa membuat si Kecil juga penasaran akan isi bukunya.<h3>3. Mulai dari yang Simpel Dulu</h3>Meski anak Anda sudah masuk usia sekolah dasar, belum tentu ia bisa nyaman membaca buku tebal tanpa gambar. Sebaiknya, perkenalkan dulu buku-buku yang simpel dan disertai ilustrasi gambar. Anda bisa pilihkan buku yang temanya sesuai minat, dengan penulisan yang pendek-pendek, atau dalam bentuk puisi maupun sajak. Selain itu Anda juga bisa manfaatkan buku tiga dimensi, yang bisa dibolak-balik, atau yang bisa dipegang oleh anak. Ini akan menarik perhatian anak usia balita. Trik ini bisa meningkatkan minat baca anak sekaligus membentuk persepsinya bahwa membaca itu bukan kegiatan yang membosankan.<h3>4. Cari Tahu Minatnya</h3>Saat membaca bersama, coba tanyakan padanya bagian mana yang paling jadi favorit anak dan karakter mana yang disukainya. Intinya, bahas isi buku dan cari tahu cerita dan topik seperti apa yang bikin anak tertarik.Sebab, ketika sudah tertarik akan sesuatu, anak akan rela mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya. Saat Anda memberinya buku dengan jenis cerita yang ia suka, anak akan membacanya sampai selesai.<h3>5. Sediakan Lokasi Khusus</h3>Terkadang sulitnya meningkatkan minat baca anak itu bukan karena anak tidak tertarik, tapi karena tidak bisa mengakses buku dengan mudah.Nah, Anda jadi punya PR, nih. Coba lihat, apa sudah ada ruangan atau rak buku khusus di rumah, sehingga anak bisa ambil dan baca buku dengan nyaman dan mudah? Di mana Anda biasa meletakkan koleksi buku, apakah di rak tinggi, dalam lemari terkunci, atau di meja dekat anak sering beraktivitas?Posisi menentukan prestasi, Sobat Altea! Jadi, pastikan letakkan buku di tempat yang mudah diambil anak. Mau punya perpustakaan khusus anak? Lebih keren lagi!<h3>6. Tumbuhkan Sebagai Kebiasaan</h3>Studi yang dimuat di European Journal of Social Psychology menyebutkan, dibutuhkan 18 sampai dengan 254 hari hingga seseorang bisa punya kebiasaan baru.Begitu juga untuk urusan membaca. Kalau mau anak punya rutinitas membaca, Anda tidak boleh lelah dan berusaha tetap sabar membangun aktivitas membaca menjadi suatu kebiasaan.Misalnya, beri target pada anak untuk membaca 15-30 menit sehari. Untuk anak lebih kecil, Anda bisa bangun rutinitas membacakan buku buatnya sebelum tidur.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-aktivitas-ini-perlu-dilakukan-bareng-anak-biar-lebih-bonding-1658115725950" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">5 Aktivitas Ini Perlu Dilakukan Bareng Anak. Biar Lebih Bonding!</a> 
<h3>7. Jadikan Sebagai Hadiah</h3>Si Kecil pasti suka kalau diberi hadiah. Nah, Anda bisa minta keluarga jauh atau bahkan teman-teman anak untuk memberikannya hadiah berupa buku kesukaannya, disertai pesan khusus buatnya. Hadiah spesial ini akan membuatnya tertarik membaca dan menyimpan buku tersebut. Sebab, ada kenangan dan pesan istimewa yang tertulis di buku tersebut.Dengan adanya hadiah berupa sebuah buku, ini akan jauh lebih mengesankan dibandingkan dengan hadiah lainnya. Itulah beberapa cara meningkatkan minat baca anak yang bisa dimulai sejak masih kecil.Sobat Altea yang ingin tahu lebih banyak seputar kiat-kiat parenting atau ingin diskusi seputar tumbuh kembang si Kecil, jangan ragu untuk video call dengan dokter spesialis maupun Psikolog di AlteaCare, ya!Anda juga bisa manfaatkan fitur chat yang ada di aplikasi untuk bicara dengan dokter maupun konselor.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Healthline. Diakses pada Agustus 2022. How Long Does It Take for a New Behavior to Become Automatic?</li><li>
Healthy Children. Diakses pada Agustus 2022. 10 Tips to Help Your Child Fall in Love with Reading</li><li>
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses pada Agustus 2022. Tingkat Literasi Indonesia Memprihatinkan, Kemenko PMK Siapkan Peta Jalan Pembudayaan Literasi Nasional</li><li>
Raising Children. Diakses pada Agustus 2022. Literacy activities for children</li><li>
UNICEF. Diakses pada Agustus 2022. How to teach your child to love reading</li><li>
Verywell Family. Diakses pada Agustus 2022. How to Raise a Child Who Loves Reading</li></ul>

7 Cara Meningkatkan Minat Baca Anak. Biasakan Sejak Kecil!

Orangtua punya peran besar dalam menemukan cara agar anak cepat bicara - AlteaCare | Foto: Envato

Sebagian besar anak sudah mulai bicara memasuki usia 18 bulan. Namun, anak Anda agak terlambat atau masih terbata-bata, bagaimana cara agar anak cepat bicara dengan lancar?Biasanya, kata yang pertama keluar dari mulut anak adalah "mama" atau "papa" atau kata lain yang kedengarannya mirip. Kata-kata ini terdengar saat anak mulai belajar bicara. Ada yang yang sebelum usia setahun, atau setahun lewat sedikit.Sebagai orangtua, kita tentu menantikan momen yang membahagiakan ini, 'kan? Tapi, ada juga orangtua yang harap-harap cemas karena anaknya belum aktif bicara padahal sudah hampir dua tahun usianya.Nah, perlu diketahui, sebenarnya kecepatan berkembang setiap anak bisa berbeda-beda, termasuk dalam hal kemampuan bicara. Jadi, jika melihat anak tetangga sudah ceriwis sementara anak Anda lebih banyak tersenyum manis saat diajak bicara, tidak perlu khawatir, ya!Namun, jika sampai usia 18 bulan anak belum memperlihatkan tanda-tanda berkomunikasi dengan sekitarnya dan sepertinya tidak memahami kata-kata orangtuanya, sebaiknya hubungi dokter.Yang termasuk tanda-tanda komunikasi di sini antara lain adalah menggunakan bahasa tubuh, seperti melambai atau menunjukkan tangannya. Begitu juga bila si Kecil sepertinya kesulitan menirukan suara atau kata-kata Anda.Ada juga anak yang sudah bisa bicara sedikit namun kata-katanya belum jelas. Nah, untuk anak seperti ini, orangtua hanya perlu merangsang kemampuan komunikasinya saja.Yuk, pelajari cara agar anak cepat bicara berikut ini! 
<h2>7 Cara agar Anak Cepat Bicara</h2>Beberapa tips ini bisa Anda lakukan untuk merangsang anak agar lebih cepat berbicara:<h3>1. Perkenalkan Kata-kata Baru</h3>Sebagai orangtua, kita tidak boleh menyerah begitu saja ketika tahu anak terlambat berbicara.Salah satu caranya adalah berusaha memperbanyak kosa katanya dengan kata-kata baru. Misalnya, dengan dengan membacakan cerita atau mengenalkan beragam nama benda saat berjalan-jalan.Semakin sering dia mendengar kata-kata baru, semakin banyak pula perbendaharaan katanya. Pada akhirnya, ini bisa mempercepatnya belajar bicara.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/infografik-perkembangan-motorik-kasar-dan-halus-anak-usia-dini-1658841314711" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">INFOGRAFIK: Perkembangan Motorik Kasar dan Halus Anak Usia Dini</a> 
<h3>2. Pakai Bahasa Tubuh</h3>Cara agar anak cepat bicara lainnya memadukan kata-kata verbal dengan bahasa tubuh saat ngobrol dengan anak.Contohnya, saat mau memberikan susu, katakan "susu" pada si Kecil sambil membuat gestur minum susu.Lalu, sewaktu dia menghabiskan susu, katakan "bagus" sambil acungkan jempol. Dengan begitu, anak akan belajar makna dari kata-kata yang Anda ucapkan.<h3>3. Ajak Bicara Sesering Mungkin</h3>Hanya karena anak belum mau bicara, bukan berarti Anda juga lantas ikut diam.Ajaklah bicara di setiap ada kesempatan. Misalnya, saat memberi makan, mengganti popok, atau saat bermain.Mengobrollah dengan si Kecil seolah-olah dia sudah bisa bicara Cara ini diharapkan dapat membuat anak terbiasa dengan dialog verbal.&nbsp;Sebab, anak dapat belajar memahami kata-kata dengan melihat gerakan bibir lawan bicaranya.<h3>4. Tahan Diri untuk Tidak Mengoreksi</h3>Saat baru belajar bicara, tentu bisa jadi kata-kata si Kecil belum jelas atau dia belum bisa melafalkan dengan benar alias masih&nbsp;baby talk.Nah, saat ada yang salah, hindari bilang "salah" padanya untuk memperbaiki pengucapannya. Sebaiknya, cukup respons sambil bicara dan selipkan kata yang benar.Misalnya, saat dia mau minum susu dan bilang, "uucccuuu...". Balaslah dengan, "Oh, mau minum susu ya?".Seiring waktu, bayi akan paham cara pengucapan yang benar dan berusaha menirunya.<h3>5. Minimalkan Gawai</h3>Memang sangat memudahkan kalau kita beri makan si Kecil sementara matanya terpaku pada film di gawai. Makanannya pasti cepat habis. Namun, jangan sering-sering lakukan ini, ya. Terutama bila bayi belum menginjak usia 24 bulan. Soalnya, usia 9-24 bulan adalah usia emas untuk mengembangkan kemampuan kognitif.Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Physics: Conference Series, bayi yang terpapar gawai cenderung mengalami masalah terlambat bicara.Selain itu, terlalu sering main gawai juga membuat mereka makin jarang berkomunikasi dengan anak-anak lainnya.<h3>6. Dorong Anak untuk Memilih</h3>Meski anak belum bisa bicara, sering-seringlah minta dia untuk menentukan pilihan.Misalnya, saat anak sudah mulai bisa makan camilan, berikanlah pilihan, apakah dia mau camilan biskuit atau yogurt.Lalu, doronglah dia untuk menyebutkan makanan yang dipilihnya.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/penting-1000-hari-pertama-dalam-tahap-perkembangan-bayi-1632555028546" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Penting, 1.000 Hari Pertama Dalam Tahap Perkembangan Bayi</a> 
<h3>7. Gunakan Kata-Kata yang Pendek</h3>Supaya anak cepat mengerti apa yang Anda bicarakan, pakai kata-kata yang pendek. Dengan begitu, dia bisa menangkap informasi penting dari percakapan.Misalnya, Anda mau beritahu kalau dia harus makan sesuai jadwal, supaya dia dapat asupan energi dan tidak mudah sakit.Nah, daripada pakai kalimat panjang yang tidak dipahami si Kecil, Anda bisa bilang: "Sudah siang, waktunya makan, supaya badan kuat.”Itulah sejumlah cara agar anak cepat bicara yang bisa Anda lakukan di rumah.Bila anak Anda sudah berusia lebih dari dua tahun dan belum juga bisa bicara, jangan ragu untuk lakukan video call dengan dokter spesialis anak tepercaya di AlteaCare.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Kids Health. Diakses pada Agustus 2022. Delayed Speech or Language Development</li><li>
Hammer, C. S., Morgan, P., Farkas, G., Hillemeier, M., Bitetti, D., &amp; Maczuga, S. (2017). Late talkers: A population-based study of risk factors and school readiness consequences. Journal of Speech, Language, and Hearing Research, 60(3), 607-626.</li><li>
Healthline. Diakses pada Agustus 2022. How to Teach Your Toddler to Talk</li><li>
Nugraha, A., Izah, N., Hidayah, S. N., Zulfiana, E., &amp; Qudriani, M. (2019, March). The effect of gadget on speech development of toddlers. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1175, No. 1, p. 012203). IOP Publishing.</li><li>
Baby Centre. Diakses pada Agustus 2022. Helping your toddler to talk</li></ul>

7 Cara agar Anak Cepat Bicara yang Efektif. Selalu Ajak Bicara!

Cara meningkatkan kecerdasan emosional anak bisa dengan mendampinginya belajar - AlteaCare | Foto: Envato

Selain berprestasi akademik di sekolah, orangtua pasti sepakat kalau kecerdasan emosional adalah hal yang juga perlu dimiliki anak. Seperti halnya kecerdasan lain, orangtua juga tak kenal lelah mencari tahu cara meningkatkan kecerdasan emosional anak.Singkatnya, kecerdasan emosional berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dan mengelola perasaan secara tepat dan teratur, serta menghormati perasaan orang lain.Fungsi emosi sangat penting bagi anak, karena membantunya saat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak perlu dapat bimbingan, arahan, dan stimulus, agar tumbuh kembangnya dapat optimal. Tentu saja, kecerdasan ini perlu dipelajari dan harus dipraktikkan anak secara terus-menerus, bahkan mungkin seumur hidup. Orangtua pun perlu berkomitmen untuk mendampingi anak mengasah kemampuan emosionalnya sejak usia belia.Menurut studi dari American Journal Public Health, anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi lebih berpeluang untuk meraih sukses ketika beranjak dewasa. Selain itu, ia juga bisa memiliki kondisi yang sehat secara mental dan sosial. Lalu, yang jadi pertanyaan, bagaimana cara meningkatkan kecerdasan emosional anak?Simak selengkapnya di sini!<h2>Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak</h2>Rahasia utama tingginya kecerdasan emosional adalah latihan yang konsisten. Berikut ini beberapa cara yang perlu orangtua ajarkan pada anak:<h3>1. Mencari Solusi Masalah Sendiri</h3>Cara meningkatkan kecerdasan emosional anak yang pertama adalah mendorongnya untuk selalu mencari solusi untuk masalahnya secara mandiri. Sebab, salah satu ciri kecerdasan emosional adalah pandai memecahkan masalah.Tips: Beri stimulasi yang tepat, yang bisa dimulai dari masalah yang sering dialami anak. Misalnya, saat tugas di sekolah begitu banyak, dorong anak untuk mengatur waktunya sendiri agar bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu.Peran orangtua hanyalah sebagai pembimbing yang mengarahkan. Jadi, tidak perlu jadi polisi yang mengatur tugas mana yang harus dikerjakan dulu dan apa yang harus dikumpulkan pada hari ini. Dengan begitu, anak akan belajar untuk lebih disiplin dalam belajar dan membuat tugas.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/7-cara-membuat-anak-pintar-boleh-main-game-1669195808050" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Cara Membuat Anak Pintar. Boleh Main Game!</a> 
<h3>2. Mengontrol Emosi</h3>Senang, sedih, kecewa, dan marah adalah bentuk emosi yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk anak-anak.Masalahnya adalah bagaimana anak bisa belajar mengendalikan emosinya dengan baik dan mengekspresikannya sesuai dengan waktu dan tempat. Tips: selalu tanamkan pada anak pentingnya mengendalikan emosi. Misalnya, saat ia marah dan sedih akibat diejek teman di sekolah, mintalah dia untuk tidak membalas namun bersabar. Dengan memupuk kecerdasan emosionalnya, anak akan paham bahwa mengekspresikan emosi dengan cara negatif bisa merusak relasi dengan orang sekitarnya. <h3>3. Kegigihan</h3>Dalam pidatonya di TED Talk, Angela Duckworth, Profesor Psikologi, menyebutkan apa yang membedakan orang sukses dengan orang kebanyakan. Jawabannya adalah grit atau kegigihan.Menurut riset yang dikutip Very Well Family, anak usia sekolah yang gigih cenderung memiliki prestasi akademik yang baik. Mereka cepat bangkit saat alami kegagalan, tidak mudah goyah dalam mempertahankan pendapat, memahami nilai-nilai hidup yang baik, serta menyadari siapa dirinya, lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya.<h3>4. Kebiasaan Berbagi Pengalaman atau Bercerita</h3>Membangun keterbukaan antara orangtua dan anak juga dapat jadi cara meningkatkan kecerdasan emosional anak yang perlu dicoba. Nah, hal ini bisa dicapai dengan cara mengajak anak berbagi pengalaman atau cerita. Tips: beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua supaya anak terbiasa bercerita sekaligus meningkatkan kecerdasan emosionalnya adalah:<ul><li>Dengarkan anak. Tidak perlu banyak komentar atau menimpali, biarkan anak mengekspresikan perasaan dan menceritakan apa saja. Terkadang, anak cuma mau Anda mendengarkan, kok!</li><li>
Sharing juga pengalaman Anda. Di lain kesempatan, saat anak sedang cemas atau takut saat menghadapi hal-hal baru, seperti baru pindah sekolah, berbagilah cerita tentang pengalaman Anda sendiri. </li><li>
Ajak berdiskusi. Setiap habis membaca buku atau menonton film, pancing anak untuk menceritakan pendapatnya. Ini bisa merangsang empatinya serta memahami berbagai emosi di sekitarnya. Menurut studi dari International Journal of Medical Education, empati sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional. </li></ul>Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-aktivitas-ini-perlu-dilakukan-bareng-anak-biar-lebih-bonding-1658115725950" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">5 Aktivitas Ini Perlu Dilakukan Bareng Anak. Biar Lebih Bonding!</a> 
<h3>5. Mindfulness</h3>Anda mungkin sudah sering dengar seputar konsep mindfulness dan manfaatnya bagi kesehatan emosional. Nah, menurut Help Guide, kalau mau anak cerdas emosional, orangtua perlu mengajarkannya praktik mindfulness. Sebab, ini bisa membantu anak terhubung dengan emosinya.Lalu, bagaimana caranya mengajarkan mindfulness pada anak? Yuk, ajak anak praktikkan hal ini:<ul><li>perhatikan dan kenali sensasi yang dirasakan di tubuh, pikiran, serta emosi yang dirasakan</li><li>
mengamati makanan yang akan disantap mulai dari sajiannya, aromanya, rasanya, dan teksturnya, dan nikmati setiap suapan</li><li>
sesekali berhenti melakukan kegiatannya dan perhatikan apa yang ada di sekitarnya</li><li>
menghitung napasnya sendiri</li></ul><h3>6. Orangtua Berperan Sebagai Model</h3>Anak yang cerdas tidak lepas dari peran orangtua yang selalu memberi teladan dalam hidup sehari-hari. Anak belajar dengan cara mengamati dan meniru perilaku orangtuanya setiap saat.Lewat teladan orangtua, anak bisa dapat gambaran nyata tentang sikap atau perbuatan baik atau buruk, serta sesuai atau tidak sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Itulah beberapa cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak.Sobat Altea sudah menyadari bahwa kecerdasan emosional adalah bekal penting anak untuk masa depannya, tapi tidak tahu bagaimana cara mendampingi anak untuk mencapai tujuan ini? Jangan takut, lakukan saja video call dengan Psikolog di AlteaCare. Anda juga bisa manfaatkan fitur chat dengan Konselor Psikologis yang terdapat di aplikasi.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan dapatkan solusi untuk kesehatan mental keluarga! Sumber:<ul><li>Very Well Family. Diakses pada Agustus 2022. Strategies for Teaching Children Emotional Intelligence</li><li>
Nemours Teens Health. Diakses pada Agustus 2022. Emotional Intelligence</li><li>
Baby Center. Diakses pada Agustus 2022. How to raise an emotionally intelligent child</li><li>
Hajibabaee, F., A Farahani, M., Ameri, Z., Salehi, T., &amp; Hosseini, F. (2018). The relationship between empathy and emotional intelligence among Iranian nursing students. International journal of medical education, 9, 239–243. </li><li>
Help Guide. Diakses pada Agustus 2022. Improving Emotional Intelligence (EQ)</li><li>
Psychology Today. Diakses pada November 2022.12 Simple Ways to Teach Mindfulness to Kids</li></ul>

6 Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak

Stimulasi lingkungan yang baik bisa membuat anak pintar - AlteaCare | Foto: Envato

Orangtua mana yang tidak senang kalau anaknya berprestasi. Jadi juara kelas, menang olimpiade tingkat daerah atau nasional, ini semua adalah dambaan hampir semua orangtua. Tapi, tahukah Anda bahwa ada rahasia supaya anak pintar?Banyak orang menganggap kecerdasan itu faktor keturunan. Namun, mengutip hasil studi dari Industrial Psychiatry Journal, kepintaran anak sebenarnya bisa dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Menurut ahli, anak punya neuroplastisitas yang tinggi, yang berkembang dengan cepat selama lima tahun pertama hidupnya. Neuroplastisitas adalah kemampuan otak beradaptasi saat terjadi koneksi baru pada saraf otak. Neuroplastisitas yang dimiliki anak membuatnya dapat dengan cepat mengoreksi kebiasaan yang negatif dengan yang positif. Nah, ini harus dimanfaatkan oleh orangtua supaya bisa memberi stimulasi yang tepat bagi anak. Yuk, simak beberapa cara membuat anak pintar berikut ini!<h2>Cara Membuat Anak Pintar Tanpa Membebaninya</h2>Belajar adalah tugas utama anak. Tapi, kalau mau anak pintar, orangtua bisa cari cara lain yang lebih menyenangkan sehingga ia mau melakukannya tanpa terbebani.Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dicoba:<h3>1. Main Game</h3>Sering khawatir anak main game terus? Perlu dipahami, sebenarnya main game itu tidak selalu buruk. Bahkan, studi yang dimuat di Science Report menyebutkan, main game bisa bikin anak pintar. Studi ini membandingkan anak yang nonton TV 2,5 jam sehari, main media sosial setengah jam, dan main game selama satu jam. Hasilnya, anak yang memilih main game lebih lama mengalami peningkatan kecerdasan hingga 2,5 poin IQ. Studi lain memaparkan, anak yang cerdas lebih suka permainan yang bisa merangsang daya berpikir. Nah, untuk itu, orangtua bisa mencari game yang tepat, agar bisa merangsang kemampuan berpikir anak secara terus-menerus. Sebab, potensi yang tidak distimulasi lama-lama bisa hilang.Jenis game yang bisa meningkatkan kecerdasannya adalah yang mendorong anak berpikir, berstrategi, dan mencari solusi masalah. Misalnya, menyusun puzzle dan role-playing game (RPG). 



Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/kenali-8-tipe-kecerdasan-anak-dan-potensi-kariernya-1659331244765" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Kenali 8 Tipe Kecerdasan Anak dan Potensi Kariernya</a><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/kenali-8-tipe-kecerdasan-anak-dan-potensi-kariernya-1659331244765" target="_blank"> 
</a><h3>2. Sering Ajak Ngobrol</h3>Tidak salah kalau ada yang bilang, anak yang cerewet itu tandanya pintar. Ini ditegaskan oleh studi yang dimuat di jurnal Pediatrics.Menurut ahli, rajin mengajak dan mendorong anak bicara sejak usia dini bisa berpengaruh pada kemampuan berbahasa serta kognitifnya saat besar nanti. Melakukan hal saat anak berusia 18-24 bulan, bisa meningkatkan skor IQ, pemahaman verbal, serta kosa kata anak hingga 14-27% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.<h3>3. Biasakan Membaca Buku</h3>Sering memperkenalkan huruf alfabet pada anak sejak kecil? Itu sudah bagus, Sobat Altea. Dari situ, anak akan belajar menyusun kata dan kalimat, sehingga akhirnya bisa lancar membaca. Tapi, jangan berhenti di situ. Supaya anak pintar, biasakan juga dia membaca buku sejak dini. Menurut studi di jurnal Child and Development, kemampuan membaca yang terus-menerus diasah bisa meningkatkan kemampuan kognitif, baik verbal maupun non-verbal. Kemampuan kognitif yang dicapainya melalui membaca saat masih kecil ini dapat berperan besar bagi perkembangannya ke depan nanti.<h3>4. Pastikan Ia Cukup Tidur</h3>Syarat utama kalau mau anak pintar adalah kualitas tidurnya harus baik. Kok, bisa?Mengutip studi dari Sleep Medicine Review, rutinitas tidur yang baik dan berkualitas bisa mengoptimalkan tumbuh kembang anak, termasuk juga kecerdasannya.Sementara penelitian dari University of Massachusetts menyebutkan, tidur juga bisa mempertajam daya ingat anak dan fungsi kognitif secara keseluruhan. <h3>5. Ajak Olahraga</h3>Belajar boleh, main game boleh, tapi aktivitas fisik tidak boleh ditinggalkan, ya! Mengutip studi yang dimuat di Educational Psychology Review, olahraga bisa mempercepat tumbuh kembang anak, termasuk kecerdasan intelektual atau kognitif. Selain itu, olahraga bisa meningkatkan kemampuan sosial anak. <h3>6. Belajar Main Alat Musik</h3>Sering mengajak anak bernyanyi dan mendengar lagu? Bila anak tertarik pada musik, luangkan waktu juga untuk antar dia kursus alat musik. Ini juga baik buat tumbuh kembangnya, lo!Studi yang dimuat di jurnal Cognitive Processing mengungkap, anak usia prasekolah yang belajar alat musik secara rutin selama 12 minggu memperlihatkan peningkatan skor IQ. Ini bila dibandingkan anak yang sama sekali tidak pernah ikut kelas musik.Penelitian itu juga menunjukkan, bermain alat musik juga bisa meningkatkan nalar verbal dan daya ingat jangka pendek anak.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/tak-cuma-bikin-happy-inilah-7-manfaat-musik-untuk-kesehatan-1655823459068" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Tak Cuma Bikin Happy, Inilah 7 Manfaat Musik untuk Kesehatan</a> 
<h3>7. Selalu Sarapan</h3>Cara membuat anak pintar yang terakhir adalah memastikan dia selalu makan pagi. Riset yang dimuat di Early Human Development membuktikan, sarapan teratur bisa meningkatkan kecerdasan anak.Jangan lupa, pilihkan menu yang sehat buat sarapannya, ya! Pastikan makanannya mengandung gizi yang seimbang.Itulah beberapa cara membuat anak pintar tanpa membuatnya terbebani.Sobat Altea yang perlu saran seputar tumbuh kembang anak, jangan ragu&nbsp;video call dengan dokter spesialis di AlteaCare. Anda juga bisa pesan vitamin buat anak di Toko Kesehatan.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Gilkerson, J., Richards, F., A., Warren, S., Oller, D., K., Russo, R., Vohr, B. (2019). Language Experience in the Second Year of Life Predicts Language Outcomes in Late Childhood, 142(4): e20174276.</li><li>
Kaviani, H., Mirbaha, H., Pournaseh, M., Sagan, O. (2014). Can music lessons increase the performance of preschool children in IQ tests?. Cognitive Processing, 77-84.</li><li>
Liu, J., Hwang, W-T., Dickerman, B., Compher, C. (2014). Regular breakfast consumption is associated with increased IQ in kindergarten children. Early Human Development, 89(4): 257–262.</li><li>
Makharia, A., Nagarajan, A., Mishra, A., Peddisetty, S., Chahal, D., Singh, Y. (2016). Effect of environmental factors on intelligence quotient of children. Industrial Psychiatry Journal, 189–194.</li><li>
Mindel, J.A., &amp; Williamson, A., A. (2019). Benefits of a bedtime routine in young children: Sleep, development, and beyond. Sleep Medicine Review, 40: 93–108.</li><li>
Psychology Today. Diakses pada Agustus 2022. Can Popular Video Games Improve Intelligence and IQ?</li><li>
Ritchie, S., J., Bates, T., C. Plomin, R. (2015). Does Learning to Read Improve Intelligence? A Longitudinal Multivariate Analysis in Identical Twins From Age 7 to 16. Child Development, 86(1): 23–36.</li><li>
Science Daily. Diakses pada Agustus 2022. Video games can help boost children's intelligence</li><li>
 Tomporowski, P, D., Davis, C., L., Miller, P., H., Naglieri, J., A. (2009). Exercise and Children’s Intelligence, Cognition, and Academic Achievement. Educational Psychology Review, 111–131.</li><li>
University of Massachusetts. Diakses pada Agustus 2022. UMASS AMHERST Research Finds Naps Plus Sleep May Enhance Emotional Memory in Early Childhood.</li></ul>

7 Cara Membuat Anak Pintar. Boleh Main Game!

Meski sudah kembali sekolah tatap muka, anak tetap dapat mengalami learning loss - AlteaCare | Foto: Envato

Gara-gara pandemi, banyak anak jadi kesulitan belajar. Akibatnya, anak dapat mengalami learning loss. Lalu, bagaimana cara mengatasinya, ya?Learning loss adalah berkurangnya atau mundurnya pengetahuan dan keterampilan akademis. Sederhananya, anak jadi sulit belajar karena pemahamannya kurang atau proses belajarnya terganggu.Sebenarnya, hal ini wajar saja terjadi kalau anak baru saja kembali sekolah setelah libur kenaikan kelas atau absen beberapa hari karena sedang sakit. Tapi, fenomena ini juga terjadi di masa pandemi. Padahal, anak-anak tetap bersekolah, lo!<h2>Tidak Bisa Dihindari, Namun Bisa Disiasati</h2>Lantas apa yang bikin anak alami kesulitan belajar di masa pandemi COVID-19? Tak lain akibat ia harus belajar dari rumah. Tentunya, suasana belajarnya berbeda sekali dengan di sekolah. Metode pembelajaran online yang menyebabkan gangguan teknis juga membuat anak kesulitan memahami penjelasan dari gurunya. Tak heran bila Data Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Pandemi COVID-19 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyebutkan adanya penurunan&nbsp;capaian belajar pada anak-anak sekolah.Bahkan, setelah anak-anak kembali belajar di sekolah secara tatap muka, orangtua tetap khawatir prestasi akademik anak tetap turun drastis.Menurut Psikolog Rumah Sakit Mitra Keluarga, Liza Marielly Djaprie, M.Psi, CH., learning loss tidak bisa dicegah, tetapi kita bisa membantu anak untuk bisa belajar lagi."Kalau ditanya apakah bisa dicegah, sebenarnya tidak bisa menyeluruh, karena itu pasti terjadi," kata Liza dalam talkshow “Mempersiapkan Anak Kembali Keluar Rumah setelah Pandemi” di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bintaro, 1 Oktober 2022.Lalu, apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua? Yuk, simak tips berikut ini!Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/sekolah-dan-belajar-online-apa-dampaknya-buat-anak-1642477529067" target="_blank">Sekolah dan Belajar Online, Apa Dampaknya Buat Anak?</a><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/sekolah-dan-belajar-online-apa-dampaknya-buat-anak-1642477529067" target="_blank"> 
</a><h2>6 Tips Mengatasi Learning Loss pada Anak</h2>Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi masalah belajar anaknya:<h4>1. Terima Kondisi Anak</h4>Sebagai orangtua, wajar saja kalau cemas saat prestasi anak di sekolah merosot drastis.Namun, menurut Liza, jangan buru-buru tancap gas dan terlalu menekan anak untuk mengejar prestasinya seperti dulu."Jangan berharap anak selalu excellent seperti dulu. Nanti anak jadi stres dan tidak berkembang," kata Liza.&nbsp;Pahami dulu bahwa anak butuh waktu buat kembali beradaptasi dengan pembelajaran di sekolah. Terima bahwa terkadang anak bisa alami masalah belajar dan dapat nilai kurang bagus di sekolah.<h4>2. Dampingi Terus</h4>Meski kita menerima kondisi anak, bukan berarti membiarkannya begitu saja, ya! 
Anak juga harus paham bahwa dia punya tanggung jawab untuk belajar. Nah, tugas kita adalah mendampingi anak setiap merasa kesulitan.Peran kita tidak hanya sebagai orang tua, tetapi juga teman curhat anak."Dampingi dan dengarkan dia. Anak jadi lega ketika dia paham dan merasa bahwa orangtua mendengarkan," ujar Liza.<h4>3. Temukan Penyebab Masalah</h4>Coba cari tahu apa pangkal masalah yang dihadapi anak. Apakah sulit bangun pagi sehingga tidak bisa konsentrasi belajar di sekolah? Atau tidak tenang saat di sekolah karena takut terpapar virus corona?Setelah itu, coba bantu dia beradaptasi dengan gaya hidup yang baru."Misalnya, penyebab learning loss karena takut ketemu orang. Kita bisa ajari etika ketemu orang. Cara beri salam ke guru atau teman. Banyak hal yang harus kita pelajari," ujar Liza mencontohkan.<h4>4. Ikutkan Kelas Tambahan</h4>Tips selanjutnya, kata Liza, orangtua minta guru memberikan pelajaran tambahan buat anak setelah jam sekolah. Atau, luangkan waktu buat temani anak mengulang kembali pelajaran di hari itu.Bagaimana kalau orangtua tidak punya waktu? Kita bisa cari guru les atau daftarkan anak ke kursus. Sesuaikan kursus dengan kebutuhan belajar anak.<h4>5. Bantu Atur Jadwalnya</h4>Dalam proses transisi dari pembelajaran online ke offline, anak harus belajar disiplin, terutama soal waktu. Selain itu, anak juga perlu punya jadwal rutinitas yang teratur.Tugas kita sebagai orangtua adalah membantu membuat jadwal dan mengingatkannya. "Anak perlu keteraturan, kapan waktunya dia belajar, main, dan lain-lain. Jika kita bisa bantu anak melewati transisi ini, dia mampu mengejar ketertinggalan," ujar Liza.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/tips-siapkan-anak-beraktivitas-di-luar-rumah-setelah-pandemi-1665567017678" target="_blank">Tips Siapkan Anak Beraktivitas di Luar Rumah Setelah Pandemi</a> 
<h4>6. Gunakan Metode Active Learning</h4>Active learning atau pembelajaran aktif adalah sistem belajar yang memancing anak untuk aktif. Jadi, dia tidak hanya diam mendengarkan materi yang disampaikan. Kita juga perlu memberi kesempatan buatnya untuk menjelaskan kembali apa yang ia pelajari, atau sekadar berkomentar tentang apa yang ia pahami. Dengan begitu, ada komunikasi dua arah saat belajar.Menurut penelitian, metode ini sangat efektif untuk membantu anak memahami tugasnya. Bahkan metode ini lebih unggul daripada sistem pembelajaran satu arah. Sebab, tak hanya membantu mengejar ketertinggalan, metode ini juga mendorong anak jadi lebih kritis.Itulah sejumlah tips yang bisa Anda coba lakukan untuk mengatasi learning loss pada anak.Bila anak mengalami masalah dalam belajar, jangan ragu untuk dapatkan bantuan dari Psikolog di AlteaCare, ya. Anda bisa lakukan video call dengan Psikolog dari rumah saja bersama anak.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare </a>dan temui Psikolog andalan Anda! Sumber:<ul><li>Liza Marielly Djaprie, M.Psi. Talkshow "Mempersiapkan Anak Kembali Keluar Rumah setelah Pandemi". 1 Oktober 2022</li><li>
Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (2021). Data Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Pandemi COVID-19. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi</li><li>
Ed Glossary. Diakses pada Oktober 2022. Learning Loss</li><li>
Yoo, D., &amp; Kweon, I. S. (2019). Learning loss for active learning. In Proceedings of the IEEE/CVF conference on computer vision and pattern recognition (pp. 93-102).</li></ul>

6 Tips Mengatasi Learning Loss pada Anak setelah Pandemi

Orangtua harus sabar dalam mengatasi anak picky eater - AlteaCare | Foto: Envato

Anak yang suka pilih-pilih saat makan atau picky eater bisa bikin orangtua bingung dan habis akal. Kira-kira bagaimana ya cara mengatasi anak yang memilih-milih makanan?Saat menyiapkan makanan buat si Kecil, nutrisi harus jadi pertimbangan utama. Kita harus pastikan, apa pun yang disantap anak bisa berkontribusi untuk tumbuh kembangnya.Nah, masalahnya anak sering menolak makanan yang telah disediakan. Orangtua pun harus putar otak supaya si Kecil mau makan. Jangan sampai menyerah dan akhirnya ikut maunya dia–makan cuma yang dia suka.Untuk mengatasi anak yang pemilih soal makan bukan dengan cara tarik urat atau memaksanya makan, Sobat Altea. Terlebih dulu kita harus kenali penyebabnya.Setelah itu, baru kita cari tahu cara mengatasi anak yang picky eater. Anda ingin tahu tipsnya? Simak uraian di bawah ini, ya!<h2>Penyebab Anak Jadi Picky Eater</h2>Ada banyak faktor yang memicu anak jadi tukang pilih makanan atau picky eater.Berikut adalah beberapa penyebabnya:<ul><li>Jenis makanan sekarang lebih variatif, sehingga anak juga punya banyak pilihan</li><li>
Di dekat tempat tinggal ada banyak restoran atau penjual makanan, sehingga anak enggan makan yang ada di rumah</li><li>
Anak tidak dibiasakan makan teratur dan terjadwal</li><li>
Kebiasaan makan, misalnya keluarga lebih sering sajikan lauk daging daripada sayuran</li><li>
Pengaruh iklan yang membuat Si kecil hanya ingin makan produk yang diiklankan</li><li>
Stres atau bosan di rumah</li></ul>Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/pola-makan-anak-berantakan-ortu-ternyata-punya-pengaruh-1647962316366" target="_blank">Pola Makan Anak Berantakan? Ortu Ternyata Punya Pengaruh</a> 
<h2>Cara Mengatasi Anak yang Picky Eater</h2>Beberapa cara ini bisa Anda lakukan untuk mengatasi anak yang suka pilih makanan:<h4>1. Coba Lebih Fleksibel</h4>Menurut jurnal Paediatrics Child Health, orangtua perlu lebih fleksibel dalam memberikan makanan untuk anak yang picky eater.Maksudnya, kita tetap harus ajari anak makan yang bergizi. Tapi, di saat yang sama, kita juga perlu beri anak keleluasaan memilih jenis makanan yang hendak dimakan.Tips: Siapkan beberapa jenis makanan sehat, lalu tawarkan pada anak. Biarkan anak memilih satu di antara makanan tersebut.<h4>2. Perhatikan Jadwal Ngemilnya</h4>Dokter menganjurkan anak makan camilan di antara jadwal makan berat (makan pagi, siang, dan malam). Nah, tugas orangtua adalah menyiasati jamnya. Tips: Jangan sampai anak ngemil menjelang waktu makan berat. Sebab, ini bisa merusak selera makan saat jadwal makan berat tiba. Selain itu, Anda berikan camilan yang bernutrisi ya, Sobat Altea!<h4>3. Kenalkan Disiplin Makan Sejak Kecil</h4>Kalau bisa, anak-anak maunya main sepanjang hari, apalagi yang masih balita. Kalau sudah capek, maunya tidur. Makan? Kadang-kadang harus dipaksa!Di sini peran orangtua untuk buat jadwal kegiatan yang jelas buat anak. Ada waktu main, ada waktu istirahat, ada juga waktu makan. Ajari anak untuk tahu apa yang akan dilakukannya hari ini dan kapan dia akan makan. Tips: Ingatkan anak jadwal makannya sekitar 10-15 menit sebelumnya supaya bisa siap-siap makan. Sejalan dengan waktu, anak akan terbiasa berhenti bermain menjelang jam makan dan siap-siap sendiri. <h4>4. Temani Anak saat Makan</h4>Salah satu cara efektif mengatasi anak yang picky eater adalah mengajaknya makan bersama. Lebih bagus lagi kalau ada ritual makan keluarga setiap hari. Kebersamaan ini bisa memicu anak untuk makan lebih baik.Tips: Kalau orangtua sibuk dan tidak bisa makan bersama anak setiap hari, coba cari waktu dan jadikan rutinitas. Misalnya, makan siang bersama setiap hari Minggu. Yuk, disempatkan!<h4>5. Perkenalkan Makanan Baru Pelan-pelan</h4>Buat orang dewasa, wisata kuliner dan icip-icip makanan baru mungkin pengalaman yang seru. Tapi, buat anak kecil, mencoba jenis makanan baru bukanlah hal yang mudah. Ia sangat sensitif terhadap bentuk, warna, dan rasa makanan yang tidak dikenal.Nah, tugas orangtua adalah memperkenalkan jenis makanan baru secara perlahan. Tips: Jelaskan padanya tentang makanan baru yang mau dicoba. Apa bahannya, seperti apa rasanya, lalu minta anak mencium bau aromanya. Promosikan juga kalau makanan ini bisa bikin dia tambah sehat dan cepat besar.Kalau anak menolak, jangan menyerah. Di lain kesempatan, tawarkan lagi atau minta dia coba satu kali gigit. Lakukan terus sampai akhirnya si Kecil familiar dengan makanan tersebut.<h4>6. Beri Contoh</h4>Anak bisa karena biasa. Begitu juga soal makanan. Anak akan bisa makan sayur kalau sudah terbiasa. Nah, supaya jadi terbiasa, tentu anak akan mengikuti contoh yang dilihatnya setiap hari. Ya, dari orangtua!Jadi, kalau Anda sendiri tidak biasa makan sayur tiap hari, bagaimana berharap si Kecil mau makan sayuran yang Anda sediakan?Tips: Ayo, jadi panutan pola makan yang baik buat anak. Berilah contoh kalau Anda makan sayur setiap hari. Dengan begitu, anak akan meniru.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/bu-begini-cara-mengatasi-anak-susah-makan-1632553230924" target="_blank">Bu, Begini Cara Mengatasi Anak Susah Makan</a> 
<h4>7. Suasana Makan Harus Menyenangkan</h4>Sesekali kita harus kreatif agar anak yang picky eater. Bikin dia punya mood baik buat makan. Bentuk persepsinya bahwa makan adalah kegiatan yang menyenangkan.Tips: Sajikan sayuran dalam wadah berbentuk hati atau bentuk lainnya yang sekiranya lucu. Lalu, potong makanan, semisal telur dengan bentuk yang lebih menarik.Hal-hal kecil ini dapat bikin anak lebih tertarik untuk makan.Itulah sejumlah cara mengatasi anak picky eater yang bisa Anda lakukan di rumah.Buat Sobat Altea yang khawatir akan asupan nutrisi anaknya, jangan ragu buat lakukan video call dengan dokter spesialis anak berpengalaman di AlteaCare!Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare</a> <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank"></a>dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Leung, A. K., Marchand, V., &amp; Sauve, R. S. (2012). Canadian Paediatric society NtaGC: the ‘picky eater’: the toddler or preschooler who does not eat. Paediatr Child Health, 17, 455-60.</li><li>
Mayo Clinic. Diakses pada Juli 2022. Children's nutrition: 10 tips for picky eaters</li></ul>

Penyebab dan Cara Mengatasi Anak Picky Eater. Harus Sabar!

Orangtua perlu siapkan diri dulu sebelum mengizinkan anak keluar rumah setelah pandemi - AlteaCare | Foto: Envato

Kita bersyukur, pandemi sudah mulai reda. Anak-anak sudah kembali ke sekolah. Tapi, kenapa Sobat Altea masih sering khawatir melepas anak main keluar rumah? Kalau diamati, saat ini penyebaran virus corona sudah lebih terkendali. Kita pun jadi lebih leluasa untuk beraktivitas di luar rumah. Tapi, rasa takut mungkin masih membayangi para orangtua. Apakah anak aman berkegiatan bersama teman-teman dan orang asing di ruang publik?Menurut Psikolog Rumah Sakit Mitra Keluarga, Liza Marielly Djaprie, M.Psi, CH., sebelum anak mulai beraktivitas di luar rumah, orangtuanya yang perlu persiapan terlebih dulu."Orangtuanya siap atau enggak? Pengalaman saya, anak sangat mengikuti orangtuanya meski mereka tidak bisa menyampaikannya," kata Liza dalam sesi talkshow bertajuk "Mempersiapkan Anak Kembali Keluar Rumah Setelah Pandemi" di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bintaro, Sabtu, 1 Oktober 2022.Lalu, bagaimana kita mempersiapkan diri maupun anak agar bisa nyaman selama beraktivitas di luar rumah? Yuk, simak tips di bawah ini!<h2>6 Tips Siapkan Anak Keluar Rumah Setelah Pandemi</h2>Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan para orangtua agar tidak perlu khawatir saat si Kecil kembali berkegiatan di luar rumah:<h4>1. Mengenali Emosi</h4>Siap atau tidaknya anak akan bergantung pada orangtua. Soalnya, sering kali anak merasakan apa yang dirasakan oleh orang tua. Jika orang tua khawatir dan takut, anak pun merasakan hal serupa."Jadi, orang tua harus kenal emosi, apakah lagi capek, khawatir, atau cemas," ujar Liza.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/depresi-anak-meningkat-saat-pandemi-ortu-perlu-lakukan-ini-1658834076952" target="_blank">Depresi Anak Meningkat Saat Pandemi, Ortu Perlu Lakukan Ini</a> 
<h4>2. Membuat Jadwal untuk Anak</h4>Saat pandemi, orang jadi terbiasa atau terpaksa selalu di dalam rumah. Nah, ketika pandemi mereda dan harus kembali beraktivitas di luar rumah, anak pun bisa kewalahan karena tidak terbiasa.Dalam proses transisi ini, kita perlu ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak. Nah, caranya menurut Liza adalah dengan mengatur jadwal untuk anak.Buatlah jadwal yang harus diikuti anak, mulai dari jadwal bangun, jadwal makan, belajar, bermain, hingga tidur malam. "Membuat keteraturan seperti ini bisa membantu anak beradaptasi dengan situasi," ujarnya.<h4>3. Curhat pada Anak</h4>Sebagai orangtua, kita memang harus bisa jadi sosok andalan anak. Tapi, kita perlu sadar bahwa kita juga manusia biasa, bukannya Superman.Jadi, kita tidak boleh sungkan mengakui kelemahan di depan anak. Coba ajak anak berbicara dan curhat padanya. Ceritakan apa yang bikin Anda takut, kewalahan, cemas, capek, dan lain-lain. "Mereka harus tahu kita juga bisa capek dan itu enggak apa-apa," ujar Liza.Dialog semacam ini membuat anak merasa ia tidak sendiri. Anak pun akan merasa ia akan menjalani proses ini bersama orang tua.<h4>4. Ajarkan Anak Empati</h4>Karena anak terlalu lama di rumah, orangtua mungkin khawatir kemampuan sosialisasinya jadi minim.Maka dari itu, kita harus mengajarinya untuk berempati dan mencoba memahami situasi dan kondisi orang lain."Mereka harus paham, kalau main harus bergantian dengan teman. Begitu juga saat bicara dengan orang lain. Atau, tidak boleh berjalan lewat di tengah dua orang yang sedang mengobrol begitu saja," kata Liza mencontohkan.<h4>5. Jaga Kebugaran Tubuh</h4>Tidak hanya soal mental, kebugaran fisik pun perlu dipersiapkan sebelum anak beraktivitas di luar rumah.Meski begitu, menurut Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Mitra Keluarga, dr. Melisa Lilisari, Sp.A, M.Kes., kita tidak perlu terlalu protektif terhadap anak. Menurutnya, masih sangat wajar jika anak jatuh sakit beberapa kali.Yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan imun anak. Misalnya, melalui vaksin, makanan yang sehat, dan mengonsumsi vitamin.“Meningkatkan sistem imun bukan bertujuan supaya anak tidak sakit. Cara kerja sistem imun adalah memperkuat tubuh. Jadi, saat anak sakit atau ada virus dan bakteri yang masuk, ia tidak sampai alami penyakit yang berat," ujarnya saat jadi narasumber dalam talkshow.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-efek-samping-imunisasi-anak-tidak-perlu-khawatir-1659408699674" target="_blank">5 Efek Samping Imunisasi Anak. Tidak Perlu Khawatir!</a><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-efek-samping-imunisasi-anak-tidak-perlu-khawatir-1659408699674" target="_blank"> </a><h4>6. Patuhi Protokol Kesehatan</h4>Menurut dr. Melisa, orangtua perlu mengedukasi anak terus-menerus seputar protokol kesehatan dan gaya hidup new normal.Kita bisa beritahu anak tentang cara virus bekerja dan cara mencegahnya. Ajarkan juga kebiasaan baik yang dapat meminimalisasi penularan virus, di antaranya:<ul><li>selalu cuci tangan setelah memegang benda kotor, bermain dari luar rumah, serta sebelum dan sesudah makan</li><li>
tetap pakai masker saat pergi keluar rumah</li><li>
jauhi teman yang sedang sakit, semisal batuk atau pilek</li><li>
bekali anak hand sanitizer yang bisa dibawa ke mana-mana</li></ul>Itulah sejumlah tips siapkan anak beraktivitas di luar rumah setelah pandemi.Sobat Altea yang masih khawatir akan kesehatan anak selama berkegiatan di luar rumah, jangan ragu lakukan video call dengan dokter spesialis anak di <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare</a>.Yuk, unduh aplikasi AlteaCare dan segera buat janji dengan dokter andalan!

Tips Siapkan Anak Beraktivitas di Luar Rumah Setelah Pandemi

Komunitas AlteaCare Parent hadir untuk mendukung orangtua dalam mengasuh anak-anaknya - AlteaCare | Foto: AlteaCare

Semakin turunnya tren pandemi membuat pembatasan sosial semakin longgar. Tempat umum sudah ramai dan sekolah pun sudah melakukan pembelajaran tatap muka. Tapi, kenapa para orangtua masih ada yang cemas?Selidik punya selidik, sebagian orangtua ternyata masih ragu mengajak anaknya main di luar rumah, terutama yang masih balita. Alasannya, mereka taut si Kecil terinfeksi virus atau penyakit.Lalu, mau sampai kapan anak main di dalam rumah saja? Nah, untuk menepis kecemasan para orangtua seputar keamanan dan kesehatan balitanya saat berinteraksi di luar,&nbsp;AlteaCare mengadakan acara informatif bertema “Moms &amp; Kids”, yang diadakan pada 1 Oktober 2022 lalu. 
Dalam acara yang dilangsungkan secara hibrid (online dan offline) di Private Conference Room Lt. 7 Rumah Sakit Mitra Keluarga Bintaro, peserta yang hadir bisa menggali informasi seputar kesehatan anak. Mereka juga sekaligus menambah pengetahuan tentang cara memproteksi anak agar aman dan nyaman tanpa membuat cemas.<h2>Kompaknya Orangtua dan si Kecil</h2>Di awal kegiatan, peserta yang terdiri atas para orangtua dan anak diajak untuk ikut dalam permainan menghias kue.Kekompakan anak dan orangtua terlihat dalam permainan ini, ketika mereka harus menyelesaikan karya dalam waktu yang sudah ditentukan.<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1667985725363-AlteaParent%20Event%203-AlteaCare.png">“Ayo, Nak, coba pastanya dipencet… dibuat melingkar di atas kue!” 
“Yuk, terakhir tancap lilinnya!”Para orangtua tak henti-hentinya memberi semangat dan petunjuk buat anak-anaknya. 
Tidak hanya membangun kedekatan atau bonding dengan anak, permainan dekorasi kue ini juga dimaksudkan untuk merangsang kemampuan motorik si Kecil.<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1667985841539-AlteaParent%20Event%202-AlteaCare.png"> 

Ibu Ami, salah seorang peserta acara ini, mengaku merasa keseruan saat bermain bersama anaknya. “Juna, anak saya, sangat semangat. Ternyata dia terampil menghias. Jadi, kami bisa lebih cepat menyelesaikan permainan dari orangtua lain,” kata Ibu Ami. 
<h2>Dapat Info Langsung dari Ahlinya!</h2>Kegiatan hari itu semakin seru dengan diadakannya sesi talkshow bersama narasumber ahli. Mengangkat topik “Mempersiapkan Anak Kembali Keluar Rumah Setelah Pandemi”, acara ini menghadirkan dr. Melisa Lilisari, Sp. A, M.Kes, Dokter Spesialis Anak RS Mitra Keluarga, dan Psikolog Liza Marielly Djaprie M.Psi, CH.Para orangtua menyimak dengan saksama penjelasan ahli, karena topik ini cukup berkaitan dengan kecemasan mereka di masa transisi pandemi sekarang ini. Talkshow ini juga bisa diikuti melalui live streaming di akun Instagram AlteaCare (@alteacare.id).<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1667985892402-AlteaParent%20Event%201-AlteaCare.png"> 

Dibuka dengan pertanyaan, “bagaimana mempersiapkan anak bersosialisasi?”, Liza mengatakan bahwa semua itu bergantung pada orangtua. Sebab, anak dapat menangkap perasaan dan perilaku orangtua. Saat orangtua cemas, anak pun ikut merasa tidak nyaman.Lalu, yang jadi pertanyaan selanjutnya. Bagaimana caranya supaya orangtua siap?“Untuk itu, harus ada kerjasama antara ayah dan ibu. Misalnya, kalau ibu lagi capek banget, minta anak untuk bersama ayah dulu, jangan selalu sama ibu. Transisi ini harus dibiasakan,” anjur Liza.<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1667985927048-AlteaParet%20Event%204%20-AlteaCare.png"> 
Sementara dr. Melisa menambahkan bahwa orangtua harus fokus pada dua hal yang berkaitan dengan kesehatan si Kecil.Pertama, kita harus meningkatkan sistem imun anak. Ketika imun anak kuat, mereka jadi tidak mudah terinfeksi virus dan penyakit.Lalu, yang kedua, adalah memberikan pemahaman pada anak. Bekali anak pengetahuan seputar protokol kesehatan. Dengan begitu, kita tidak perlu selalu jadi satpam yang selalu mengingatkan.Dengan kedua cara ini kita jadi lebih tenang ketika anak keluar rumah. <h2>Komunitas AlteaParent Hadir untuk Orangtua</h2>Bertepatan dengan kegiatan kali ini, AlteaCare meluncurkan satu komunitas khusus untuk para orangtua yang butuh support group maupun layan informasi kesehatan yang dapat dipercaya.Komunitas AlteaParent ini dapat diikuti di Telegram dan bisa jadi wadah para orangtua bertukar pengalaman dan informasi terkait tumbuh kembang si Kecil. Mereka pun bisa berjejaring dengan sesama orangtua yang peduli kesehatan.Bergabung dengan komunitas AlteaParent juga memungkinkan anggotanya mendapatkan informasi kegiatan, promo, serta voucer dan diskon menarik. Misalnya, paket pembelian vitamin atau obat, juga layanan video call dengan dokter spesialis anak.Sobat Altea yang mau bergabung bisa klik <a href="https://t.me/AlteaParent" target="_blank">link ini</a>, ya! Anda juga bisa lakukan video call dengan dokter spesialis dengan mengunduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare</a>.Sampai jumpa di acara selanjutnya, sehat selalu, Sobat Altea!

Bangun Kedekatan Orangtua dan Anak Lewat Permainan. Seru!

Minuman sehat yang dibuat di rumah bisa lengkapi kebutuhan nutrisi anak - AlteaCare | Foto: Envato

Anak Anda suka banget minum manis, seperti minuman kekinian atau minuman berperisa yang dibuat dari bubuk kemasan saset? Duh, jangan dibiasakan, ya, Sobat Altea. Lebih baik, berikan si Kecil minuman sehat dan bernutrisi mulai hari ini.Pasalnya, minuman manis dan berperisa itu umumnya tinggi gula. Jangan sampai si Kecil malah kena diabetes di usia muda. Diabetes itu bukan cuma penyakit orang dewasa, lo!Banyak orangtua sering bingung menyiasati hobi minum manis anaknya karena tidak tahu alternatif lain yang lebih sehat. Nah, berikut ini Altea berikan beberapa rekomendasi minuman sehat dan bergizi yang baik buat si Kecil. Yuk, simak selengkapnya berikut ini!<h2>Rekomendasi Minuman Sehat Buat Anak</h2>Berikut ini beberapa yang bisa membantu melengkapi nutrisi si Kecil:<h4>1. Air Mineral</h4>Melansir dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, kebutuhan air anak bergantung pada usianya. Semakin bertambah usianya, kebutuhan airnya semakin tinggi. Sebagai contoh, anak usia 4-8 tahun butuh 1.700 ml/hari. Sementara anak laki-laki usia 9-13 tahun perlu 2.400 ml/hari dan anak perempuan di usia yang sama harus dapat cairan 2.100 ml/hari.Kebutuhan cairan dapat berasal dari makanan dan minuman. Sementara jenis minuman pun bisa berupa air mineral, susu, maupun jus. Nah, air mineral termasuk yang mudah dan mutlak dikonsumsi, sebab mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tubuh anak. Menurut penelitian di American Journal of Public Health, air mineral yang cukup akan mendukung pertumbuhan serta perkembangan otak anak.Selain itu juga, air mineral dapat mengontrol berat badan agar tidak berlebihan serta mencegah masalah pencernaan.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Gizi%20dan%20Nutrisi/artikel/8-manfaat-minum-air-putih-untuk-kesehatan-tak-cuma-atasi-haus-1650535498907" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">8 Manfaat Minum Air Putih Untuk Kesehatan. Tak Cuma Atasi Haus</a> 
<h4>2. Air Kelapa</h4>Buat anak yang aktif bergerak atau ikut ekstrakurikuler olahraga di sekolah, Anda bisa bawakan air kelapa.Dibandingkan air putih, air kelapa ada kandungan kalorinya. Selain itu, juga ada vitamin C, magnesium, dan potassium, yang dapat membantu mengembalikan energi yang hilang.Penelitian yang dikutip dari Journal of the International Society of Sport Nutrition menyebutkan, air kelapa dapat membuat tubuh kembali terhidrasi dan meningkatkan performa setelah olahraga.<h4>3. Minuman Herbal</h4>Saat cuaca sedang tak menentu, anak jadi mudah sakit dan kena batuk pilek. Nah, Anda bisa perkenalkan minuman herbal hangat penuh manfaat, yaitu jahe. Selain sering jadi bumbu masak, jahe juga bisa jadi minuman yang menyehatkan. Penelitian dari International Journal of Preventive Medicine menemukan bahwa kandungan anti inflamasi dalam jahe bisa meningkatkan imun tubuh, sehingga anak tidak gampang sakit. <h4>4. Infused Water </h4>Anak malas minum air putih karena tidak ada rasanya? Nah, infused water bisa jadi alternatif jika anak mulai bosan dengan minum air putih. Cara buatnya sederhana: campurkan air mineral dengan irisan tipis buah-buahan. Misalnya lemon, stroberi, atau mentimun. Supaya rasanya lebih segar, Anda bisa tambahkan daun mint, lalu simpan botol air di kulkas.Minum infused water ini bisa membantu memberi tambahan nutrisi yang berasal dari buah yang digunakan. <h4>5. Susu Nabati</h4>Anak-anak yang punya gangguan intoleransi laktosa maupun alergi susu sapi masih bisa minum susu. Anda bisa berikan susu yang terbuat dari bahan nabati, misalnya susu almon, susu kedelai, atau rice milk.Mengutip dari MedicineNet, susu kedelai bisa jadi pilihan tepat untuk si Kecil tanpa khawatir ia akan alami masalah pencernaan seperti perut kembung atau alergi. Tapi, sebaiknya pastikan dulu anak Anda tidak alergi terhadap kacang-kacangan, ya!Supaya lebih optimal, pastikan juga susu yang diberikan tidak terlalu tinggi gula. Anda bisa pilih jenis less sugar, tapi kalau si Kecil bisa minum jenis yang tanpa gula akan lebih baik lagi!<h4>6. Yogurt</h4>Tidak diragukan lagi, yogurt adalah minuman yang menyehatkan. Kandungan probiotik dalam yogurt sangat direkomendasikan untuk anak. Penelitian dari Nutrition Review menyebutkan, yogurt juga dapat mencegah dan mengatasi masalah kulit. Selain itu juga, yogurt bisa membantu meningkatkan nafsu makan anak. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Gizi%20dan%20Nutrisi/artikel/5-makanan-sumber-probiotik-ini-manfaatnya-buat-kesehatan-1646117570428" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">5 Makanan Sumber Probiotik, Ini Manfaatnya Buat Kesehatan!</a> 
<h4>7. Smoothies</h4>Minuman sehat yang terakhir ini bisa dibuat dengan mudah di rumah, lo! Anda tinggal siapkan buah-buahan dan sayuran segar, bersihkan, potong-potong, lalu blender jadi satu. Supaya lebih yummy, Anda juga bisa tambahkan havermut atau kacang-kacangan ke dalamnya. Tentu ini sangat menyehatkan dan bisa membantu masalah berat badan pada anak. Agar manfaat sehatnya makin mantap, gunakan pemanis alami misalnya yang berasal dari buah-buahan atau madu. Tidak perlu pakai gula pasir atau kental manis lagi!Itulah beberapa minuman sehat untuk si Kecil.Sobat Altea yang butuh saran seputar menyajikan minuman dan makanan sehat untuk si Kecil, jangan ragu untuk lakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis berpengalaman di AlteaCare.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">AlteaCare </a>dan atur jadwal telekonsultasi segera! Sumber:<ul><li>Patel, A. I., &amp; Hampton, K. E. (2011). Encouraging consumption of water in school and child care settings: access, challenges, and strategies for improvement. American journal of public health, 101(8), 1370-1379.</li><li>
Kalman, D. S., Feldman, S., Krieger, D. R., &amp; Bloomer, R. J. (2012). Comparison of coconut water and a carbohydrate-electrolyte sport drink on measures of hydration and physical performance in exercise-trained men. Journal of the International Society of Sports Nutrition, 9(1), 1-10.</li><li>
Healthline. Diakses pada Juni 2022. 7 Healthy Drinks for Kids (And 3 Unhealthy Ones)</li><li>
MedicineNet. Diakses pada Juni 2022. Is Soy Milk OK for Toddlers?</li><li>
Mashhadi, N. S., Ghiasvand, R., Askari, G., Hariri, M., Darvishi, L., &amp; Mofid, M. R. (2013). Anti-oxidative and anti-inflammatory effects of ginger in health and physical activity: review of current evidence. International journal of preventive medicine, 4(Suppl 1), S36.</li><li>
Donovan, S. M., &amp; Rao, G. (2019). Health benefits of yogurt among infants and toddlers aged 4 to 24 months: a systematic review. Nutrition reviews, 77(7), 478-486.</li></ul>

7 Minuman Sehat yang Lengkapi Nutrisi Si Kecil

Cara mengatasi bayi sulit tidur perlu disesuaikan dengan penyebabnya - AlteaCare | Foto: Envato

Salah satu tantangan orangtua baru adalah menghadapi bayi susah tidur. Sebenarnya, kalau pemicunya sudah diketahui, cara mengatasinya pun tidak terlalu sulit.Normalnya, bayi butuh waktu tidur 13-16 jam per hari. Durasi ini merupakan akumulasi dari tidur di siang dan malam hari. Jadi, tidak sepanjang malam. Di malam hari, ia biasanya tidur sekitar 8-11 jam.Sayangnya, seringkali bayi susah tidur di malam hari. Saat ini terjadi, biasanya orangtua langsung menggendong atau menimang bayi, dengan harapan ia segera mengantuk.Tapi, bagaimana kalau trik ini tidak berhasil? Mungkin akan lebih baik kalau Ibu dan Ayah terlebih dulu perhatikan, apa yang sekiranya bikin bayi sulit tidur. <h2>Penyebab Bayi Susah Tidur</h2>Ciri-ciri yang diperlihatkan saat bayi sulit tidur di malam hari adalah mulai uring-uringan atau gelisah saat mendekati jam tidur. Tapi, saat didekati, diusap, hingga digendong sambil dinyanyikan, ia tidak kunjung terlelap. Ada beberapa hal yang bisa jadi penyebab bayi seperti ini, antara lain:<ul><li>merasa kepanasan atau kedinginan</li><li>
lapar</li><li>
popok sudah penuh</li><li>
jam tidurnya tidak teratur</li><li>
terbiasa tidak bisa tidur dengan sendirinya</li><li>
sedang sakit</li><li>
tidak bisa membedakan siang dan malam hari</li><li>
terbiasa masih aktif bermain menjelang waktunya tidur</li></ul><h2>Cara Mengatasi Bayi Susah Tidur</h2>Setelah tahu apa penyebab bayi susah tidur, kita bisa lebih mudah menyiasatinya. Berikut adalah beberapa cara mengatasi bayi susah tidur yang bisa Anda coba:<h4>1. Buat Bayi Terjaga Lebih Lama saat Siang</h4>Salah satu cara mengatasi bayi susah tidur paling mudah adalah mengajaknya bermain lebih lama di siang hari. Ini bisa bikin bayi lebih lelah dan mudah tertidur di malam hari.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/cara-menyusui-bayi-yang-benar-agar-asi-optimal-1632369128932" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Cara Menyusui Bayi yang Benar Agar ASI Optimal</a> 
<h4>2. Bawa Bayi Keluar Rumah</h4>Ada kalanya, bayi susah tidur karena belum bisa bedakan antara waktu beraktivitas (saat masih ada matahari) dan waktunya tidur (saat langit sudah gelap). Itu sebabnya, bayi bisa saja banyak tidur di siang hari, kemudian terjaga sepanjang malam. Nah, bila ini yang terjadi, coba bantu atur ulang jam biologis tubuhnya. Saat siang atau sore hari, bawa bayi keluar rumah. Bila tidak bisa keluar rumah, gendong dia dan duduk dekat jendela atau di ruangan yang terkena sinar matahari. Trik ini bisa bikin si Kecil terjaga lebih lama di siang hari, sehingga malamnya bisa tidur nyenyak.<h4>3. Susui Bayi</h4>Air susu ibu (ASI) ternyata tidak hanya mengandung nutrisi yang baik untuk bayi. Saat menyusui di malam hari, hormon melatonin yang diproduksi oleh tubuh ibu dapat disalurkan ke bayi melalui ASI. Sementara itu, hormon melatonin adalah hormon yang berpengaruh terhadap jam biologis tubuh dan mengatur kapan seseorang harus terjaga dan tidur. Saat hormon melatonin dalam tubuh meningkat, kita pun akan mengantuk dan dapat tidur dengan mudah.<h4>4. Beri Pijatan Lembut</h4>Bayi susah tidur karena alami gangguan pencernaan, misalnya perut kembung? Coba pijat-pijat sedikit area perutnya dengan lembut. Menurut penelitian, pijatan juga bisa bikin tidur lebih pulas, terutama jika ia termasuk sulit tidur. Bingung cara memijat bayi dengan benar? Anda bisa konsultasikan dengan dokter spesialis anak langganan.<h4>5. Atasi Gangguan Hidung Mampetnya</h4>Terkadang, bayi susah tidur gara-gara hidung tersumbat. Untuk itu, Anda harus siap sedia cairan semprot hidung di rumah. Obat ini dijual secara bebas di berbagai apotek, kok!Cairan ini bisa disemprotkan ke lubang hidung bayi untuk meredakan gejala hidung tersumbat. Anda bisa minta rekomendasi yang tepat dari dokter spesialis anak.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/bayi-menangis-karena-kolik-penyebab-dan-cara-mengatasinya-1633051239197" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Bayi Menangis Karena Kolik: Penyebab dan Cara Mengatasinya</a> 
<h4>6. Ciptakan Ritual Tidur</h4>Tidak hanya orang dewasa, bayi pun butuh ritual sebelum tidur. Dengan begitu, dia akan tahu kapan saatnya tidur. 
Anda menciptakan ritual dengan melakukan beberapa hal khusus, seperti:<ul><li>memandikannya dengan air hangat</li><li>
memijat-mijat tubuhnya dengan lembut</li><li>
memutar musik untuk mengantarnya tidur</li><li>
membacakan cerita</li><li>
ikut berbaring, memeluk, dan mengusapnya hingga tidur</li></ul>Rutinitas ini bisa bikin bayi mudah tertidur, serta tidurnya pun nyenyak sepanjang malam tanpa gangguan.Itulah penyebab dan cara mengatasi bayi susah tidur yang dapat Anda coba.Bila setelah mencoba tips di atas bayi tetap sulit tidur, Anda bisa lakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis anak di AlteaCare. Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">AlteaCare </a>dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Stanford Children's Health. Diakses Juni 2022. Infant Sleep</li><li>
Children's Health. Diakses pada Juni 2022. Why babies have a hard time falling asleep</li><li>
Healthline. Diakses pada Juni 2022. 5 Reasons Why Your Newborn Isn’t Sleeping at Night</li><li>
LA Trobe Univerisity. Diakses pada Juni 2022. Study looking at whether infant feeding type plays a role in babies sleep</li><li>
Saputro, H., &amp; Bahiya, C. (2021). The effects of baby massage to sleep quality in infant age 1-7 months. Journal For Research In Public Health, 2(2), 88-97.</li><li>
Web MD. Diakses pada Juni 2022. Soothing Your Sick Child</li><li>
Mindell, J. A., Telofski, L. S., Wiegand, B., &amp; Kurtz, E. S. (2009). A nightly bedtime routine: impact on sleep in young children and maternal mood. Sleep, 32(5), 599-606.</li></ul>

6 Cara Mengatasi Bayi Susah Tidur. Ketahui Dulu Penyebabnya!

Main hujan-hujanan bisa bermanfaat buat perkembangan anak - AlteaCare | Foto: Envato

Apa yang sering orangtua lakukan saat anaknya main hujan-hujanan? Sebagian besar khawatir dan langsung menyuruh anaknya masuk ke dalam rumah. Padahal, manfaat hujan-hujanan banyak untuk perkembangan anak, lo!Ya, Anda tidak salah dengar! Bermain di luar saat hujan bisa berdampak baik buat anak. Jadi, tidak seperti anggapan orang kalau hujan itu identik dengan badan panas dan batuk pilek. Kalau anak sesekali kepingin main hujan, bolehkan saja. Biar Anda juga tenang, yuk simak apa saja sisi positif dan manfaat bermain hujan-hujanan bagi perkembangan anak berikut!<h2>6 Manfaat Hujan-hujanan untuk Perkembangan Anak</h2>Berikut ini adalah sejumlah manfaat yang bisa didapat saat anak dibolehkan main hujan-hujanan:<h4>1. Merangsang Indranya</h4>Hujan-hujanan salah satunya bermanfaat merangsang indra anak.Berada di tengah hujan, si Kecil dapat merasakan sensasi air hujan yang jatuh menetes ke kulit, mendengar suaranya, membedakan seperti apa hujan rintik dan deras, hingga mencium bau tanah yang tersiram air hujan.Pengalaman seperti ini tentu tidak didapat jika hanya bermain saat cuaca sedang cerah.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/tips-jaga-kesehatan-anak-luar-dalam-dari-ahlinya-1659929878965" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Tips Jaga Kesehatan Anak Luar-Dalam dari Ahlinya</a><h4>
2. Memperkuat Imun</h4>Bermain di tengah guyuran hujan bisa bikin anak kedinginan. Itu sebabnya, orangtua pun cemas si Kecil bisa flu atau demam setelahnya.Namun ternyata, menurut sejumlah penelitian bermain di tengah hujan bisa anak lebih kuat imunnya. Selain itu, tubuhnya juga bisa lebih tahan terhadap alergi.Kalau Anda cemas anak bisa sakit, siasati dengan memintanya pakai jaket atau jas hujan untuk menjaga tubuh tetap hangat.<h4>3. Melatih Kemampuan Motorik</h4>Bermain hujan-hujanan juga bisa membantu melatih kemampuan motorik kasar anak.Saat hujan-hujanan di lapangan dekat rumah, misalnya, anak mungkin akan berlari dan melompati genangan air. Untuk itu, ia akan berusaha mengendalikan gerakan dan menyeimbangkan tubuh supaya tidak jatuh dan untuk bergerak lebih gesit dan lincah.<h4>4. Metabolisme Tubuh Lebih Cepat</h4>Tahukah Anda, hujan-hujanan juga dapat meningkatkan metabolisme tubuh, lo!&nbsp;
Kok, bisa?Menurut studi, beraktivitas di tengah hujan membuat kita butuh lebih banyak oksigen, sehingga kebutuhan energi pun ikut meningkat. Bila energi yang dibutuhkan besar, dengan sendirinya metabolisme tubuh anak pun berjalan lebih cepat.Semakin baiknya sistem metabolisme bisa membantu melancarkan sistem pencernaan dan meningkatkan fungsi otak, sehingga anak lebih konsentrasi saat belajar. <h4>5. Mood Lebih Baik</h4>Suasana hujan kadang bisa bikin hati jadi suram. Apalagi, anak juga gelisah karena harus diam di rumah sampai hujan reda. Namun, para pakar menyarankan anak tetap beraktivitas fisik saat hujan datang.Beraktivitas sambil hujan-hujanan diketahui dapat meningkatkan produksi endorfin, yang merupakan salah satu hormon bahagia. Bila endorfin lebih tinggi, mood anak juga akan meningkat.<h4>6. Membakar Kalori</h4>Main hujan-hujanan juga dapat membakar kalori lebih banyak bermain saat cuaca cerah. Ini karena tubuh anak harus bekerja lebih berat saat hujan. Ada berbagai tantangan yang dihadapi saat bermain, seperti sepatu yang jadi lebih berat, tanah yang licin dan becek, cuaca yang dingin, dan lain-lain. Otomatis, energi yang dikerahkan juga lebih besar.Nah, cara ini juga bisa diterapkan pada anak yang punya masalah berat badan berlebih agar mau lebih banyak bergerak, supaya ia bisa terhindar dari bahaya obesitas saat dewasa nanti.<h2>4 Tips Bermain di Luar Saat Hujan</h2>Supaya anak terhindar dari dampak buruk dari hujan-hujanan, ingatkan anak Anda untuk melakukan ini saat mau bermain hujan:<h4>1. Pakai Jas Hujan</h4>Salah satu risiko bermain hujan-hujanan adalah temperatur yang menurun drastis dan menyebabkan hipotermia, terutama ketika pakaian basah. Nah, pakai jas hujan bisa mencegah supaya suhu tubuh tidak turun drastis.<h4>2. Setelah Main Langsung Ganti Baju</h4>Puas main? Jangan tunggu-tunggu lagi. Segera ajak anak mandi air hangat dan ganti baju, ya! Ini bisa mencegah anak alami hipotermia akibat berlama-lama dalam kondisi pakai baju basah.<h4>3. Cuci Tangan</h4>Main di tengah hujan bikin anak bersentuhan dengan lumpur. Ini bisa tingkatkan risiko anak terpapar kuman dan bakteri. Hindari infeksi dengan membiasakannya cuci tangan segera setelah bermain.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-cara-mengatasi-mata-belekan-pada-anak-ortu-perlu-tahu-1653317584142" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">5 Cara Mengatasi Mata Belekan Pada Anak. Ortu Perlu Tahu!</a> 
<h4>4. Perhatikan Asupan Vitamin C</h4>Untuk menjaga kesehatan anak setelah bermain hujan-hujanan, Anda bisa pastikan ia makan bergizi dan minum tambahan vitamin C bila perlu. Mengutip dari WebMD, mengonsumsi 1.000 mg vitamin C per hari, bisa mencegah flu, terutama ketika cuaca sedang dingin atau musim hujan.Itulah sejumlah manfaat hujan-hujanan untuk anak-anak.Jika anak Anda jatuh sakit setelah hujan-hujanan, jangan ragu untuk lakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis anak di Alteacare.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">AlteaCare </a>dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Sense Abilites. Diakses pada Juni 2022. Sensory Rain Play Ideas</li><li>
Dodds, A. (2017). Cold Weather Outdoor Play Boosts Immune System!. Pennsylvania Department of Health, Volume 5 Number 1.</li><li>
Understood. Diakses pada Juni 2022. 8 gross motor skills activities for kids</li><li>
R Ito, M Nakano, M Yamane, M Amano, T Matsumoto. (2013). Effects of rain on energy metabolism while running in a cold environment. International Journal of Sport Medicine, 34(8): 707-11</li><li>
Web MD. Diakses pada Juni 2022. Can Rainy Days Really Get You Down?</li><li>
Ball. Diakses pada Juni 2022. 5 Benefits Of Training In The Rain</li><li>
AZ Central. Diakses pada Juni 2022. Does Working Out in the Rain Make You Sick?</li><li>
Healthline. Diakses pada Juni 2022. How to Prevent the Flu: Natural Ways, After Exposure, and More</li><li>
Web MD. Diakses pada Juni 2022. Natural Cold and Flu Remedies</li></ul>

6 Manfaat Hujan-hujanan buat Anak. Imun Jadi Kuat!

Tidak semua anak melalui periode merangkak - AlteaCare | Foto: Envato

Salah satu saraf yang vital dalam pertumbuhan anak adalah saraf motorik. Maka dari itu, sebagai orang tua, kita harus mengamati secara seksama perkembangan motorik anak, terutama di usia 1-5 tahun.Saraf motorik adalah salah satu bagian pada sistem saraf pusat yang terhubung pada otot, kelenjar, organ lainnya di seluruh tubuh. Saraf ini sangat penting menunjang efektivitas kita dalam bergerak.Selain itu, saraf motorik juga berperan dalam memperkuat tulang dan otot manusia.Secara umum, terdapat dua jenis motorik, yaitu motorik halus dan kasar.Motorik halus merujuk pada pergerakan yang melibatkan sejumlah otot kecil di beberapa bagian tubuh, semisal tangan, lengan, jari, jempol, bibir, dan lidah. Sementara, motorik kasar berhubungan dengan aktivitas yang melibatkan otot besar. Misalnya, saat bayi mengangkat kepalanya, duduk, merangkak, berjalan, dan melompat.Nah, kedua jenis motorik ini akan berkembang sesuai dengan perkembangan usia.Lalu, bagaimana tahap perkembangan motorik anak pada usia 1-5 tahun? Yuk, simak penjelasannya di sini!<h2>Perkembangan Motorik Halus Usia 1-5 Tahun</h2>Seperti ini perkembangan motorik halus anak secara bertahap, sesuai dengan pertambahan usianya. Infografik berikut ini bisa Anda jadikan panduan.<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1658841201599-INFOGRAFIK%20Perkembangan%20Motorik%20Halus%20Anak%20Usia%20Dini-AlteaCare.png" style="position: relative; inset: 0px; box-sizing: border-box; border: none; min-width: 100%; max-width: 100%; min-height: 100%; max-height: 100%;"><h4>1. Usia 0-2 Tahun</h4>Ketika usianya, sudah menginjak 5 bulan, biasanya bayi sudah bisa memegang wajah dan mengisap jempolnya.Kemudian, pada usia 6 bulan, gerakan jarinya sudah lebih lincah dan bisa meniru gerakan jari orang dewasa. Sementara, pada usia satu tahun, bayi sudah bisa membuat gerakan berbeda pada tangan kiri dan tangan kanan secara bersamaan.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-cara-mengasah-keterampilan-motorik-halus-lewat-bermain-1657110887225" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">5 Cara Mengasah Keterampilan Motorik Halus Lewat Bermain	</a> 
<h4>2. Usia 2-3 Tahun</h4>Pada usia 2 tahun, anak akan mulai bisa membuka halaman pada buku.Selain itu, anak juga mulai belajar memegang alat tulis. Bahkan, bisa memegang alat tulis dengan hanya menggunakan jempol dan beberapa jari.Kemudian, pada usia ini juga anak sudah mulai bisa menggambar. Otot tangannya pun sudah semakin kuat, sehingga bisa mengangkat benda-benda berbobot ringan dengan satu tangannya.Untuk mengasah saraf motoriknya, Anda bisa memberikannya playdough atau squishy.<h4>3. Usia 3-4 Tahun</h4>Di usia tiga tahun, tangan anak sudah mulai lincah. Kita bisa mengajarinya cara memegang pensil, gunting, dan sendok.Selain itu, di usia ini juga Anda sudah bisa memberikannya mainan lego. Pasalnya, pada usia 3-4 tahun, mereka sudah bisa menyusun lego dengan bentuk sederhana.Selain itu, kemampuannya dalam menggambar pun sudah semakin baik, Anda bisa mengajarkan menggambar bentuk-bentuk sederhana, seperti lingkaran, segitiga, persegi, dan lain-lain.Tidak hanya itu, kedua tangannya juga sudah bisa berkoordinasi secara baik. Dengan begitu, saat satu tangan kanan bekerja, tangan kirinya bisa membantu untuk melakukan sebuah pekerjaan.Misalnya, ketika sedang menyusun balok, tangan kanannya dapat digunakan untuk mengambil balok, sedangkan tangan kirinya menjaga keseimbangan susunan balok agar tidak jatuh.<h4>4. Usia 4-5 Tahun</h4>Pada usia ini, sebagian anak sudah belajar di Taman Kanak-kanak dan perkembangan motoriknya pun sudah semakin bagus. Biasanya, pada usia ini, anak sudah bisa menggunting secara lurus.Kemudian, anak juga mulai belajar berhitung dan menuliskan namanya sendiri. Lalu, kemampuannya untuk memegang dan membawa barang pun sudah semakin sempurna.Tidak hanya itu, di usia ini, anak juga sudah bisa ganti baju sendiri.<h2>Perkembangan Motorik Kasar Usia 1-5 Tahun</h2>Perkembangan motorik kasar anak&nbsp;terjadi&nbsp;dengan pesat pada usia dini. Kita bisa melihat betapa luar biasanya kemampuan anak yang terjadi dari satu tahap usia ke tahap berikutnya pada infografik&nbsp;berikut ini.<img src="https://elasticbeanstalk-ap-southeast-1-270086613765.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/uploads/1658841256369-INFOGRAFIK%20Perkembangan%20Motorik%20Kasar%20Anak%20Usia%20Dini-AlteaCare.png" style="position: relative; inset: 0px; box-sizing: border-box; border: none; min-width: 100%; max-width: 100%; min-height: 100%; max-height: 100%;"> <h4>1. Usia 0-2 Tahun</h4>Saat menginjak usia tiga bulan, bayi akan belajar cara menyeimbangkan kepala dengan badannya saat bergerak. Lalu, di usia enam hingga 10 bulan, bayi akan belajar untuk merangkak. Nah, di usia 10 hingga 14 bulan, biasanya bayi akan belajar cara berjalan. 
<h4>2. Usia 2-3 Tahun</h4>Karena sudah mulai bisa berjalan, bayi yang berusia 2-3 tahun biasanya akan mulai belajar caranya melompat. Dengan gerakan kaki semakin lincah, mereka juga akan belajar cara berlari dan menendang bola. Pada usia ini, anak juga sudah bisa menunjuk benda, namun jika belum bisa melakukannya, segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak. 
<h4>3. Usia 3-4 Tahun</h4>Pada usia tiga tahun, motorik kasarnya pun sudah banyak berkembang. Otot tangan yang semakin kuat, membuatnya bisa menangkap lemparan bola. Kemudian, anak sudah mulai bisa melompat sambil melangkah ke depan dan bisa menggunakan sepeda roda tiga. Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-permainan-untuk-mengasah-kemampuan-motorik-kasar-anak-1657110061272" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">5 Permainan Untuk Mengasah Kemampuan Motorik Kasar Anak	</a> 
<h4>4. Usia 4-5 Tahun</h4>Perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun cukup pesat karena otot-ototnya telah bertambah kuat. Pada usia ini, anak sudah bisa melompat, lari, dan memanjat. Kemudian, mereka juga sudah bisa jungkir balik dan mengendarai sepeda roda dua. Selain itu, Anda juga sudah mulai bisa mengajarinya untuk berenang atau bermain sepatu roda.Itulah perkembangan motorik anak usia dini yang harus Anda ketahui, baik motorik halus maupun kasarnya.Bila Anda merasa cemas dengan perkembangan motorik si Kecil, jangan ragu untuk lakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis anak di AlteaCare!Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">AlteaCare </a>dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>The University of Queensland. Diakses pada Mei 2022. Types of neurons</li><li>
Hadders-Algra, M. (2018). Early human motor development: From variation to the ability to vary and adapt. Neuroscience &amp; Biobehavioral Reviews, 90, 411-427.</li><li>
Kid Sense Child Development. Diakses pada Mei 2022. Fine Motor Development Chart</li><li>
Children's Hospital of Richmond at Virginia Commonwealth University. Diakses pada Mei 2022. Gross motor skills: Birth to 5 years</li></ul>

INFOGRAFIK: Perkembangan Motorik Kasar dan Halus Anak Usia Dini

Bekerja sama dengan teman adalah salah satu keterampilan sosial yang penting dimiliki anak - AlteaCare | Foto: Envato

Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari orang lain. Maka dari itu, sejak kecil anak perlu diajarkan keterampilan sosial agar dapat beradaptasi dengan dunia di sekitarnya. Sobat Altea mungkin termasuk orangtua yang khawatir akan kemampuan sosialisasi anaknya, karena si Kecil cenderung pemalu. Namun, tak perlu kecil hati. Sebab, keterampilan ini bisa diasah, kok!Sebagai orang terdekat dan role model pertama anak dalam hidupnya, peran Ayah dan Ibu sangat penting dalam membentuk keterampilan sosialnya. Proses pembelajaran keterampilan sosial sudah dapat dimulai saat anak memasuki usia satu tahun. Ketika itu, anak mulai mengembangkan keterampilan sosial sekaligus mengeksplorasi dunia di sekitarnya. Yuk, kita simak apa saja nilai-nilai yang perlu ditanamkan untuk membentuk keterampilan sosial anak berikut ini!Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/6-kesalahan-orangtua-dalam-pola-asuh-anak-1657627432827" rel="nofollow" style="color: rgb(74, 134, 232);">6 Kesalahan Orangtua Dalam Pola Asuh Anak</a> 
<h2>7 Keterampilan Sosial yang Penting Dipelajari Anak</h2>Nilai-nilai ini perlu ditanamkan sejak dini agar anak dapat lebih luwes saat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya:<h4>1. Berbagi</h4>Kenalkan pada anak apa itu berbagi sejak dini. Sebab, hal ini dapat membantunya ketika beranjak dewasa, agar mudah mendapatkan teman dan bergaul dengan orang lain.Melansir dari Psychological Science, anak umumnya sudah punya keinginan untuk berbagi dengan orang lain sejak usia dua tahun. Namun, hal ini hanya dilakukannya ketika memiliki barang dalam jumlah berlebih.Berbeda dengan anak usia 3-6 tahun, yang cenderung tidak mau berbagi. Namun, seiring dengan pertambahan usia, menjelang usia 7 tahun mereka mulai memahami arti berbagi dengan teman dan orang di sekitarnya. Lakukan ini: ajak anak untuk berbagi apa yang dimiliki dengan orang yang membutuhkan, baik itu makanan atau mainan. Misalnya, saat berangkat ke sekolah ingatkan dia untuk melihat apakah ada temannya yang tidak bawa bekal. Lalu, dorong anak untuk berbagi bekal dengan temannya karena Anda sudah membawakan sedikit lebih banyak.Ketika si Kecil sudah belajar berbagi, rasa percaya dirinya akan tumbuh.<h4>2. Mau Mendengarkan</h4>Menjadi pendengar yang baik sama berharganya dengan menjadi pembicara yang baik. Kemampuan mendengarkan perlu diajarkan pada anak sedini mungkin.Keterampilan ini akan berguna bagi anak, baik di hari ini maupun saat ia besar nanti. Saat di sekolah, misalnya, anak mampu belajar dengan baik karena dapat menyimak dan mencerna yang disampaikan oleh guru. Dan, ketika sudah beranjak dewasa, keterampilan iniakan bermanfaat dalam menjalin hubungan dengan klien maupun rekan kerja di kantor.Lakukan ini: latih kemampuan mendengarkan dengan mengajaknya menyimak dongeng yang Anda bacakan sebelum tidur. Anda juga bisa biasakan si Kecil untuk bergantian dengan kakak atau adiknya saat mau bicara. Minta ia untuk terlebih dulu mendengarkan saudaranya, baru mengatakan apa yang ia pikirkan.<h4>3. Berani Lakukan Kontak mata</h4>Anak yang pemalu umumnya cenderung menghindari kontak mata langsung karena merasa kurang nyaman. Nah, untuk itu orangtua perlu melatihnya terus, agar bisa diterima di lingkungan pertemanan. Sebab, kontak mata juga bagian dari kemampuan emosional, yang bisa bikin orang lain nyaman ketika berbicara dengannya.Lakukan ini: biasakan Si Kecil untuk menatap Anda kapan pun Anda mengajaknya berbicara. Begitu juga saat ia ingin mengatakan atau meminta sesuatu. Namun, bila anak sepertinya begitu sulit untuk kontak mata dengan orang sekitarnya, orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis anak. Sebab, ini mungkin saja dapat mengarah pada gejala autisme.<h4>4. Ikut Aturan</h4>Ada satu peribahasa lama yang mungkin pernah Sobat Altea dengar: “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Ada usia ketika anak cenderung membantah dan melawan, serta ingin mengikuti kemauannya sendiri. Nah, kecenderungan ini perlu direm oleh orangtua. Sebab, ini bisa membuat mereka sulit untuk bergaul dan diterima oleh teman-temannya.Lakukan ini: buat aturan di rumah sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati oleh keluarga, lalu ingatkan anak untuk selalu mengikutinya. Misalnya, batasan waktu untuk menonton TV dan menggunakan gadget.<h4>5. Mau Terima Kritik</h4>Jangankan anak-anak, kita yang sudah dewasa pun masih sulit menerima feedback dari orang lain, bahkan ketika kita tahu kritik itu bertujuan baik.Sementara anak-anak terkadang dapat bereaksi berlebihan terhadap kritik, karena punya masalah dengan pengendalian diri dan pengelolaan emosi.Maka dari itu orangtua perlu mengajarkan si Kecil untuk bersedia dikritik dan menerima masukan dari orang lain, apalagi yang lebih tua, seperti guru di sekolah.Lakukan ini: tanamkan dalam diri anak bahwa kritik itu bukan semacam pengadilan, namun sebagai suatu bentuk perhatian akan apa yang ia lakukan. Layaknya terima hadiah, kritik juga harus diterima dengan baik.<h4>6. Menghargai Privasi</h4>Sebagai orangtua, kita harus menjelaskan perbedaan antara ruang publik dan ruang pribadi atau privasi. Sebab, anak yang tumbuh di lingkungan rumah yang nyaman mungkin akan berpikir bahwa dunia luar sama seperti di rumah. Bisa bebas masuk ke sana-sini tanpa harus minta izin atau ketuk pintu.Lakukan ini: ajarkan pada anak beberapa hal ini:<ul><li>Apa yang boleh ditanya dan tidak boleh ditanya pada orang lain saat baru berkenalan. Misalnya, agama atau kepercayaan yang dianutnya</li><li>
Menjaga jarak nyaman ketika bicara dengan orang lain agar lawan bicara lebih nyaman </li><li>
Tidak masuk ke ruangan kamar tanpa izin saat sedang berkunjung ke rumah orang lain, seperti teman sekolah atau teman dari orangtua</li></ul><h4>7. Kerja Sama</h4>Keterampilan sosial terakhir yang perlu dimiliki anak adalah bekerja sama. Beri pengertian anak, apa itu kerja sama yang baik, serta apa manfaatnya. Selain itu, juga cara dan contoh kerja sama yang baik dengan teman dan anggota keluarga di rumah. Lakukan ini: latih kerja sama anak lewat permainan. Misalnya, saat si Kecil main bersama temannya, mintalah mereka bermain bersama membangun istana dari balok. Atau, minta mereka bertukar mainan setiap beberapa menit sekali.Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/5-cara-mengasah-keterampilan-motorik-halus-lewat-bermain-1657110887225" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">5 Cara Mengasah Keterampilan Motorik Halus Lewat Bermain</a> 
Itulah beberapa keterampilan sosial yang perlu dipelajari oleh anak sejak dini.Bila Sobat Altea merasa resah akan proses tumbuh kembang emosional maupun sosial si Kecil, coba lakukan telekonsultasi dengan psikolog anak di AlteaCare. Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">AlteaCare </a>dan atur jadwal telekonsultasi segera! Sumber:<ul><li>Be Strong International. Diakses pada Mei 2022. How to Teach Children the Value of Following Rules</li><li>
National Childbirth Trust (NCT). Diakses pada Juli 2022. How and when do babies develop social skills?</li><li>
Penn State Extension. Diakses pada Mei 2022. Teaching children to cooperate</li><li>
Understood. Diakses pada Mei 2022. How to Teach Your Child About Personal Space</li><li>
Understood. Diakses pada Mei 2022. Why some kids overreact to criticism</li><li>
Very Well Family. Diakses pada Mei 2022. 7 Most Important Social Skills for Kids</li><li>
Very Well Family. Diakses pada Mei 2022. How to Help a Child Who Doesn't Like Eye Contact</li></ul>

7 Keterampilan Sosial yang Perlu Dimiliki oleh Anak

Kekurangan vitamin A bisa berpengaruh pada kesehatan mata kita - AlteaCare | Foto: Envato

Sejak dalam kandungan hingga lanjut usia, vitamin A dibutuhkan dalam setiap tahap usia. Kita bisa mencukupinya melalui makanan maupun suplemen. Jangan sampai kekurangan vitamin A, ya, Sobat Altea!Sebagai informasi, asupan vitamin A harian yang disarankan untuk pria dewasa adalah 900 mikrogram (mcg), wanita 700 mcg, serta anak-anak dan remaja 300-60 mcg.Pentingnya vitamin A untuk kesehatan, terutama pada anak usia dini, bahkan sangat disadari oleh pemerintah. Di Indonesia, bulan Februari dan Agustus dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai bulan vitamin A. Pada dua bulan ini, baik anak maupun ibu dalam masa nifas bisa datang ke fasilitas layanan terdekat untuk mendapatkan vitamin A secara gratis. Dengan begitu, diharapkan masalah kekurangan vitamin A di masyarakat dapat ditanggulangi.Lalu, apa saja sebenarnya dampak yang ditimbulkan bila seseorang mengalami kekurangan vitamin A?Yuk kita simak selengkapnya berikut ini!Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Gizi%20dan%20Nutrisi/artikel/tidak-hanya-untuk-mata-inilah-6-manfaat-vitamin-a-1656590295791" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Tidak Hanya untuk Mata, Inilah 6 Manfaat Vitamin A</a><h2>Dampak Bila Kekurangan Vitamin A</h2>Ketika seseorang tidak cukup mendapat asupan vitamin A, dampaknya bisa terlihat secara fisik, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Simak beberapa di antaranya: <h4>1. Gangguan Penglihatan</h4>Orangtua kita sering bilang, ayo banyak makan wortel supaya matanya sehat! Ini bukan mitos, Sobat Altea. Sebab, wortel memang termasuk bahan makanan yang tinggi vitamin A, sehingga baik untuk kesehatan mata.Mengutip dari Kementerian Kesehatan, vitamin A bisa mencegah rabun senja, xeroftalmia atau mata kering, kerusakan kornea, dan kebutaan.Jadi, kalau mau terhindar dari gangguan penglihatan ini, sebaiknya kita penuhi asupan vitamin A setiap hari, ya!<h4>2. Masalah Infertilitas</h4>Pasangan yang hendak menjalani program kehamilan sebaiknya memastikan supaya mendapat asupan vitamin A yang cukup. Sebab, menurut studi vitamin A berkaitan dengan tingkat kesuburan atau fertilitas.Sementara itu, penelitian terhadap hewan yang dimuat di jurnal Nutrients memperlihatkan, kondisi kekurangan vitamin A yang dialami saat hamil bisa berpengaruh pada perkembangan embrio di dalam rahim. <h4>3. Menghambat Tumbuh Kembang Anak</h4>Tak hanya pertumbuhan janin dalam kandungan yang bisa terdampak akibat kekurangan vitamin A. Anak-anak pun bisa mengalami gangguan pertumbuhan bila kurang asupan vitamin ini.Studi yang dilakukan pada 1.000 anak Indonesia yang berusia 6-48 bulan memperlihatkan, ternyata anak yang kekurangan vitamin A tidak dapat tumbuh dengan optimal.<h4>4. Gampang Sakit</h4>Vitamin A juga berperan penting dalam sistem imun kita. Bila kebutuhan vitamin A dalam sehari selalu terpenuhi, otomatis tubuh kita lebih sehat.Namun, sebaliknya jika kurang, virus akan mudah menyerang dan kita mudah sakit. Sebab, vitamin A termasuk jenis vitamin anti-inflamasi, yang berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh.<h4>5. Luka Sulit Sembuh</h4>Luka bekas operasi yang lama sembuh bisa jadi dikarenakan Anda kekurangan vitamin A. Ini dikarenakan vitamin A dapat membantu pembentukan kolagen. Riset menyebutkan, vitamin A dalam bentuk kapsul minum maupun yang dioles bisa mempercepat proses pemulihan luka, termasuk luka diabetes.<h4>6. Kulit Bermasalah</h4>Tanda yang paling terlihat ketika kekurangan vitamin A adalah kulit terlihat kering. Selain itu, kulit mudah berjerawat juga sering dikaitkan dengan kurangnya vitamin A.Melansir dari Healthline, kekurangan vitamin A dapat berkaitan dengan munculnya keluhan kulit seperti eksim. Eksim adalah kondisi peradangan yang membuat kulit menjadi kering dan gatal. Sejumlah studi memperlihatkan, pemberian obat mengandung vitamin A dapat dengan efektif mengatasi keluhan eksim. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Umum/artikel/kenali-7-jenis-jerawat-cara-mengatasinya-jangan-dipencet-1652269718562" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Kenali 7 Jenis Jerawat &amp; Cara Mengatasinya. Jangan Dipencet!</a> 
<h4>7. Mencegah Infeksi</h4>Sering terkena infeksi saluran pernapasan bisa menjadi tanda Anda kekurangan vitamin A. Sejumlah riset meneliti dampak pemberian suplemen vitamin A untuk mengatasi gangguan ini. Di satu sisi, pemberian suplemen vitamin A dapat membantu dan mencegah infeksi pernapasan, salah satunya pada orang lanjut usia. Namun di sisi lain, menurut studi lain, terlalu banyak vitamin A justru bisa meningkatkan risiko terhadap penyakit serupa.Para ahli menyimpulkan, sebaiknya pemberian suplemen vitamin A diberikan hanya para mereka yang benar-benar dalam kondisi kekurangan saja.Itulah beberapa gangguan kesehatan yang bisa dialami bila kita kekurangan vitamin A. Sobat Altea yang ingin tahu cara mencukupi asupan vitamin ini, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik.Anda bisa lakukan telekonsultasi dengan dokter berpengalaman di AlteaCare untuk dapatkan rekomendasi sesuai dengan kondisi kesehatan.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(74, 134, 232);">Alteacare </a>dan buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Healthline. Diakses pada Mei 2022. 6 Health Benefits of Vitamin A, Backed by Science</li><li>
Healthline. Diakses pada Mei 2022. 8 Signs and Symptoms of Vitamin A Deficiency</li><li>
Huang, Z., Liu, Y., Qi, G., Brand, D., &amp; Zheng, S. G. (2018). Role of Vitamin A in the Immune System. Journal of clinical medicine, 7(9), 258. </li><li>
Mayo Clinic. Diakses pada Mei 2022. Vitamin A</li><li>
Clagett-Dame, M., &amp; Knutson, D. (2011). Vitamin A in reproduction and development. Nutrients, 3(4), 385-428.</li><li>
WebMD. Diakses pada Mei 2022. What Is Xerophthalmia?</li><li>
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Diakses pada Juni 2022. Manfaat Pemberian Vitamin A untuk Anak</li></ul>

Hati-hati, Kekurangan Vitamin A Sebabkan 7 Masalah Ini

Latihan peregangan dapat membantu membentuk postur tubuh anak yang baik - AlteaCare | Foto: Envato

Postur tubuh yang baik penting dibentuk selama masa pertumbuhan anak. Tentu Anda sebagai orangtua tidak ingin si Kecil punya badan cenderung membungkuk saat dewasa, bukan?Salah satu manfaat memiliki postur tubuh yang baik adalah untuk melindungi struktur tulang belakang dan persendian. Keduanya mengalami perkembangan yang pesat selama masa pertumbuhan.Maka dari itu, saat melihat postur tubuh anak tidak ideal, orangtua tidak boleh tinggal diam.Yuk, simak sejumlah cara membentuk postur tubuh anak yang baik berikut ini!Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/manfaat-olahraga-buat-tumbuh-kembang-anak-1645430762008" target="_blank">Manfaat Olahraga Buat Tumbuh Kembang Anak</a> 
<h2>7 Cara Membentuk Postur Tubuh Anak</h2>Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan kalau Anda ingin anak punya postur tubuh yang tegak dan sehat:<h3>1. Perhatikan isi tasnya</h3>Para ortu yang punya anak sekolah, coba intip isi tasnya. Di masa modern ini, cara pertama untuk membentuk postur tubuh anak adalah dengan menyeimbangkan beban yang sering dibawa di tas sekolahnya.Beban berlebih di dalam tas dapat menyebabkan rasa nyeri di sekitar pundak, leher, dan punggung. 
Kondisi nyeri tersebut juga berakibat pada posisi tulang dan postur tubuh. Maka dari itu, mulai dari sekarang Anda harus memperhatikan barang apa saja yang dibawa anak saat berangkat sekolah. Selain itu, pilihkan juga jenis tas ransel yang ukurannya sesuai proporsi tubuhnya. Jadi, si Kecil bisa menggendongnya dengan nyaman.<h3>2. Siapkan kursi dan meja belajar yang ergonomis</h3>Posisi duduk anak saat belajar di rumah juga penting diperhatikan. Meja yang terlalu pendek bisa membuat anak cenderung menunduk saat belajar. Lama-lama, hal ini bisa menyebabkan nyeri pada pundak dan leher serta mengurangi suplai darah. Tubuh dan punggung bawah si Kecil pun akan terasa kaku.Sementara itu, kebiasaan duduk di kursi tanpa sandaran akan membuat si Kecil cenderung membungkukkan badannya. Lambat laun ini bisa membebani diskus atau cakram punggung bawah, sehingga menyebabkan nyeri.Membiarkan kondisi ini dalam jangka panjang bisa mengubah bentuk tulang belakang dan postur anak.<h3>3. Ajari cara duduk yang benar</h3>Keasyikan bikin tugas di laptop atau main gim, anak jadi sering tak sadar kalau badannya merunduk ke depan. Posisi ini juga bisa mengubah bentuk tulang punggung dan postur.Maka dari itu, kita sebagai orang tua harus mengajarkan cara duduk yang benar. Pastikanlah anak duduk tegak ketika sedang belajar atau bermain gim. Jangan lupa ingatkan terus kalau Anda melihatnya mulai membungkuk lagi.Ketelatenan orangtua akan membantu anak untuk terbiasa duduk dalam posisi yang benar, sehingga membantu tulang membentuk postur tubuh yang ideal.<h3>4. Ajak lakukan latihan peregangan</h3>Salah satu cara membentuk postur tubuh anak agar menjadi ideal adalah melakukan latihan peregangan.Berikut beberapa latihan yang dapat dilakukan anak di rumah:<h4>a. Menarik dagu</h4>Angkat dagu ke atas hingga posisi leher bagian belakang jadi lurus, lalu tahan selama 10 detik. 
Ulangi latihan ini 10 kali sehari<h4>b. Menggerakkan bahu</h4>Naikkan posisi bahu ke arah atas, tahan 10 detik, dan turunkan. Ulangi sebanyak 10 kali.<h4>c. Push-up berdiri</h4><ul><li>	Berdiri menghadap dinding. </li><li>
	Tempelkan telapak tangan ke dinding, sejajar dada. </li><li>
	Tekuk siku sambil dorong posisi tubuh ke arah dinding, posisi kaki tidak berubah. </li><li>
	Dorong kembali badan ke posisi awal, lalu ulangi gerakan sebanyak 10 kali.</li></ul><h4>d. Posis&nbsp;Bridge </h4><ul><li>	Berbaring telentang dengan posisi kaki ditekuk, telapak kaki di dekat bokong dan kedua tangan di samping tubuh. </li><li>
	Angkat pinggul ke atas dan tahan lima detik, lalu kembali ke posisi semula. </li><li>
	Ulangi gerakan 10 kali sehari.</li></ul><h4>e. Superman</h4><ul><li>	Ambil posisi seperti mau merangkak, posisi tangan di bawah bahu. </li><li>
	Angkat dan rentangkan tangan kanan dan kaki kiri bersama-sama. Tahan 10 detik, kembali ke posisi awal. </li><li>
	Sekarang ganti rentangkan tangan kiri dan kaki kanan. Tahan selama 10 detik, kembali ke posisi awal. </li><li>
	Ulangi gerakan sebanyak lima kali.</li></ul><h3>5. Jangan biarkan anak mager</h3>Di sela-sela belajar, menonton acara favorit, atau bermain gawai, kita perlu minta anak jeda sejenak. Cari cara supaya dia bisa bergerak sebentar setiap 30 menit.Anda bisa minta si Kecil pergi ke dapur untuk minum, mengambilkan barang, atau cari udara segar di halaman. Atau, bermain bersama temannya atau binatang peliharaan. Ini dapat mengalihkan fokus anak sekaligus memperbaiki postur tubuhnya. Sebab, saat berdiri dan berjalan, tulangnya juga akan terbiasa untuk tegak. Postur tubuhnya pun jadi lebih baik.Baca Juga:<a href="https://alteacare.com/article-detail/benarkah-hobi-main-gadget-bisa-bikin-anak-autis-1640779327741" target="_blank"> Benarkah Hobi Main Gadget Bisa Bikin Anak Autis?	</a> 
<h3>6. Ayo, menari!</h3>Bila anak punya postur tubuh yang buruk, tidak ada salahnya jika Anda mendaftarkannya ikut kelas menari atau gimnastik. Efek menari terhadap perkembangan postur telah diteliti oleh Ukrainian Research and Academic Network dan dipublikasikan pada 2020. Menurut hasil penelitian, anak yang rajin latihan menari terbukti memiliki perkembangan tulang belakang lebih baik.<h3>7. Pilates</h3>Cara membentuk postur tubuh anak yang terakhir adalah dengan latihan pilates. Latihan ini terbukti efektif membentuk postur tubuh yang tegak pada anak-anak, menurut penelitian di Environmental Research and Public Health pada 2020.Dalam studi yang dilakukan terhadap anak-anak yang setiap hari bermain alat musik gesek, seperti biola, viola, cello, atau bas. Aktivitas ini ternyata bisa membuat postur tubuh anak tidak ideal. Dan, posisi alat musik yang diletakkan di bahu bisa menimbulkan cedera pada pemain biola dan viola. 
Latihan pilates disertai terapi medis dapat membantu mengurangi nyeri pada anak-anak pemain musik ini. Selain itu, latihan pilates juga memperbaiki postur tubuh mereka. Itulah beberapa cara membentuk postur tubuh anak.Untuk info lebih lanjut, Anda bisa lakukan telekonsultasi terkait postur tubuh maupun perkembangan anak dengan dokter spesialis di AlteaCare.Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare </a>dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber:<ul><li>Rai, A., Agarwal, S., Bharti, S., &amp; Ambedakar, B. B. R. (2013). Postural effect of back packs on school children: its consequences on their body posture. Int J Health Sci Res, 3(10), 109-16.</li><li>
Spine Health. Diakses pada Maret 2022. Is Poor Posture Causing Your Back Pain?</li><li>
Today's Parent. Diakses pada Maret 2022. 6 ways to fix your kid’s bad posture</li><li>
Body and Posture. Diakses pada Maret 2022. 6 Easy Ways to Improve Your Child's Posture</li><li>
Grygus, I., Nesterchuk, N., Hrytseniuk, R., Rabcheniuk, S., &amp; Zukow, W. (2020). Correction of posture disorders with sport and ballroom dancing. Медичні перспективи, 25(1), 174-184.</li><li>
Poncela-Skupien, C., Pinero-Pinto, E., Martínez-Cepa, C., Zuil-Escobar, J. C., Romero-Galisteo, R. P., &amp; Palomo-Carrión, R. (2020). How does the execution of the pilates method and therapeutic exercise influence back pain and postural alignment in children who play string instruments? A randomized controlled pilot study. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(20), 7436.</li></ul>

7 Cara Membentuk Postur Tubuh Anak yang Baik

Menurut riset, ada perbedaan kondisi pada bayi yang lahir di masa pandemi - AlteaCare | Foto: Envato

Lain dulu, lain sekarang. Dilahirkan di masa pandemi, bayi dapat mengalami kondisi khusus. Inilah yang membedakannya dengan bayi yang lahir sebelum pandemi. Sebagai orang tua, kita pun perlu cermat dalam merawat dan memberi nutrisi yang tepat untuk sang buah hati.Pandemi membuat kita harus banyak beradaptasi. Tidak hanya protokol kesehatan, soal perawatan anak pun perlu paradigma baru. Ada sejumlah kondisi yang bisa dialami oleh bayi yang lahir di masa pandemi, akibat keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan maupun berkurangnya dukungan bagi ibu selama hamil. Untuk itu, orangtua perlu memahami perbedaan kondisi bayi yang lahir saat pandemi. Dengan begitu, orangtua bisa lebih perhatian dalam mengasuh bayinya.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/anak-rentan-terhadap-omicron-ortu-perlu-lakukan-ini-1644579768438" target="_blank">Anak Rentan Terhadap Omicron, Ortu Perlu Lakukan Ini</a> 
<h2>Seperti apa kondisi bayi yang lahir saat pandemi?</h2>Yuk, simak uraian lengkapnya di bawah ini!<h3>1. Perkembangan motoriknya rendah </h3>Sebuah studi yang dipublikasikan di JAMA Network pada 2022 menyebutkan, sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara keterlambatan perkembangan sosial dan motorik bayi dengan paparan virus COVID-19.Meski begitu, bayi yang lahir saat pandemi, baik dari ibu yang terkena COVID-19 maupun tidak, memperlihatkan keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan halus pada usia 6 bulan. Ini bila dibandingkan dengan bayi yang lahir di masa sebelum pandemi.Untuk itu orangtua dapat membantu merangsang perkembangan motorik bayinya. Misalnya:<ul><li>	Meletakkannya dalam posisi tengkurap sehingga bisa belajar mengangkat kepala dan dadanya</li><li>
	Menaruh mainan agak jauh sehingga memancing bayi mengangkat kepala dan tangannya mencoba meraih mainan</li><li>
	Memberi mainan yang bisa digenggam dengan mudah</li></ul><h3>2. Jarang berinteraksi sosial 
</h3>Selama pandemi, keseharian anak dan bayi lebih banyak dihabiskan di rumah. Untuk anak yang sudah agak besar, pembatasan ini membuat aktivitasnya di luar jadi berkurang. Apalagi jika si Kecil sebelumnya sudah masuk preschool atau sering playdate dengan teman-teman sebayanya. Kegiatan seperti ini mengajarkan anak berinteraksi sosial dengan orang lain. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Medrxiv, berkurangnya interaksi sosial juga bisa berdampak pada perkembangan bahasa dan perkembangan sosial emosional si Kecil. Namun, hal ini masih butuh penelitian lebih lanjut lagi.<h3>3. Kurang mendapat asupan ASI</h3>Asupan air susu ibu (ASI) di masa pandemi dapat membantu melindungi bayi dari paparan berbagai penyakit. Menurut penelitian yang dimuat di jurnal Clinical Immunology, ASI mengandung nutrisi yang penting, semisal protein, karbohidrat, dan lemak, serta zat-zat yang bisa membantu pembentukan sistem imun tubuh bayi.Sayangnya, menurut survei UNICEF Inggris, terdapat indikasi menurunkan jumlah ibu yang memberikan ASI di masa pandemi. Hal ini berkaitan dengan kurangnya dukungan dari keluarga dan teman kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif pada anaknya.Namun, kondisi sebaliknya justru terjadi di Indonesia. Berdasarkan survei Health Collaborative Center (HCC), angka ASI eksklusif Indonesia malah meningkat hingga mencapai 89,4%. Yang perlu dicermati, sisa sekitar 11% responden mengaku tidak menyusui dengan berbagai alasan. Mulai dari soal pekerjaan, minimnya akses ke fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi soal ASI, serta minimnya dukungan dari keluarga, termasuk suami.Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/cara-menyusui-bayi-yang-benar-agar-asi-optimal-1632369128932" target="_blank">Cara Menyusui Bayi yang Benar Agar ASI Optimal</a> 
<h3>4. Jumlah kelahiran bayi dengan berat badan rendah menurun</h3>
Ini kabar baik. Selama masa pandemi, jumlah bayi yang lahir dengan berat badan rendah ternyata berkurang. Hal ini diungkap dalam penelitian yang dipublikasikan di BMC Pregnancy and Childbirth pada 2021.Menurut penelitian, jumlah bayi yang lahir dengan berat badan rendah atau sangat rendah pada masa pandemi lebih sedikit dibanding sebelum masa pandemi. Sementara penelitian lain yang dimuat di jurnal BMJ Global Health menyebutkan, ada beberapa faktor yang bisa berpengaruh: <ul><li>	Adanya kesempatan bagi ibu bekerja dari rumah</li><li>
	Berkurangnya stres akibat pekerjaan</li><li>
	Berkurangnya ketegangan fisik akibat pekerjaan dan perjalanan</li><li>
	Tidur yang lebih optimal dan berkualitas</li><li>
	Pasangan juga lebih sering di rumah dan memberi dukungan</li><li>
	Berkurangnya paparan infeksi di luar rumah</li><li>
	Nutrisi tercukupi</li><li>
	Meningkatnya kesempatan untuk berolahraga</li><li>
	Berkurangnya paparan polusi udara</li></ul>
<h3>5. Turunnya tingkat imunisasi dasar</h3>Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, tingkat imunisasi dasar lengkap untuk bayi pada 2021 cukup rendah. Tercatat, cakupan imunisasi dasar baru mencapai 58,4% dari target 79,1%. Imunisasi dasar tersebut di dalam termasuk imunisasi hepatitis B, polio, DPT, HiB, MR, dan campak.Padahal, imunisasi dasar tersebut sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Sebab, bayi baru lahir umumnya sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Imunisasi berguna untuk mencegah penyebaran penyakit dan terjadinya komplikasi yang bisa membahayakan bayi. 
Jadi, Sobat Altea yang punya bayi jangan sampai melewatkan imunisasi dasar untuk anak, ya! Anda juga bisa membuat janji untuk imunisasi anak lewat AlteaCare, lo! Caranya adalah dengan terlebih dulu melakukan telekonsultasi dengan dokter spesialis anak. Manfaatkan juga kemudahan telekonsultasi ini bila bayi Anda mengalami keluhan kesehatan lainnya. Yuk, unduh <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare </a>di ponsel dan segera buat janji dengan dokter andalan Anda! 
 
 Sumber: <ul style=""><li style="">
Shuffrey, L. C., Firestein, M. R., Kyle, M. H., Fields, A., Alcántara, C., Amso, D., ... &amp; Dumitriu, D. (2022). Association of Birth During the COVID-19 Pandemic With Neurodevelopmental Status at 6 Months in Infants With and Without In Utero Exposure to Maternal SARS-CoV-2 Infection. JAMA pediatrics, e215563-e215563.</li><li style="">
Deoni, S., Beauchemin, J., Volpe, A., &amp; D'Sa, V. (2021). Impact of the COVID-19 pandemic on early child cognitive development: Initial findings in a longitudinal observational study of child health. Medrxiv.</li><li style="">
Kloc, M., Ghobrial, R. M., Kuchar, E., Lewicki, S., &amp; Kubiak, J. Z. (2020). Development of child immunity in the context of COVID-19 pandemic. Clinical Immunology, 217, 108510.</li><li style="">
Kementerian Kesehatan. Diakses pada Februari 2022. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Baru 58,4%, Kemenkes Dorong Pemda Kejar Target</li><li style="">
National Institute of Health. Diakses pada Februari 2022. Why Are Immunizations Important For My Infant’s Health?</li><li style="">
Badran, E. F., Darwish, R. M., Khader, Y., AlMasri, R., Al Jaberi, M., AlMasri, M., ... &amp; al-Badaineh, N. (2021). Adverse pregnancy outcomes during the COVID-19 lockdown. A descriptive study. BMC pregnancy and childbirth, 21(1), 1-8.</li><li style="">
Philip, R. K., Purtill, H., Reidy, E., Daly, M., Imcha, M., McGrath, D., ... &amp; Dunne, C. P. (2020). Unprecedented reduction in births of very low birthweight (VLBW) and extremely low birthweight (ELBW) infants during the COVID-19 lockdown in Ireland: a ‘natural experiment’allowing analysis of data from the prior two decades. BMJ global health, 5(9), e003075.</li></ul>

Perbedaan Kondisi Bayi yang Lahir saat Pandemi. Wajib Dicatat!

Autisme sering keliru dianggap sebagai gangguan kejiwaan - AlteaCare | Foto: Envato

Pertama kali melihat anak dengan gangguan autisme, apa yang Anda pikirkan? Aneh, atau gila? Atau, terbelakang? Ternyata semua ini tidak benar. Autisme bukanlah gangguan kepribadian, kejiwaan, ataupun kecerdasan.Gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder) adalah gangguan yang berkaitan dengan fungsi sistem neurologis (saraf) dan otak. Mengutip dari jurnal Paediatrica Indonesiana, autisme ditandai oleh gangguan pada kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, serta perilaku yang cenderung diulang-ulang. Pada 2020, sekitar 16% anak di seluruh dunia mengalami gangguan autisme, dengan jumlah anak laki-laki tiga kali lebih besar daripada anak perempuan. Di Indonesia sendiri belum ada data yang pasti, namun diperkirakan gangguan ini dialami oleh sekitar 2,4 juta orang.Gejala autisme umumnya mulai terlihat saat anak berusia 3 tahun dan semakin jelas saat masuk usia sekolah. Namun, studi menyebutkan munculnya gejala autisme sudah dapat dilihat saat masih anak berusia 6-18 bulan. Misalnya, anak tidak merespons saat diajak berinteraksi. Masih kurangnya pemahaman masyarakat seputar gangguan yang satu ini menyebabkan munculnya banyak salah pemahaman maupun mitos tentang autisme. Apa saja itu?Baca juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/3-mitos-tentang-campak-pada-anak-1631155232921" target="_blank">3 Mitos Tentang Campak Pada Anak</a> 
 <h2>Mitos seputar gangguan autisme pada anak</h2>Berikut ini adalah beberapa mitos dan miskonsepsi yang beredar seputar gangguan spektrum autisme:<h3>1. Anak jadi autis karena vaksin</h3>Miskonsepsi ini berawal dari sebuah penelitian yang tidak sesuai kaidah ilmiah pada tahun 1998, bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme. Vaksin MMR adalah jenis vaksin untuk mencegah penyakit measles (campak), mumps (gondong), dan rubella (campak jerman) pada anak.Ikatan Dokter Anak Indonesia menegaskan bahwa vaksinasi MMR tidak berhubungan dengan autisme, serta tidak menyebabkan kemunduran pada perkembangan anak. Faktanya, hingga kini para ahli masih belum menemukan penyebab pasti gangguan autisme. Namun, melansir dari jurnal Paediatrica Indonesiana, ada sejumlah faktor yang bisa berpengaruh pada gangguan autisme, antara lain: <ul><li>	Faktor keturunan, seperti memiliki saudara kandung yang autistik </li><li>
	Usia orangtua cukup lanjut saat anak dilahirkan</li><li>
	Lahir dengan berat badan lahir rendah</li><li>
	Paparan zat teratogenik (bisa berasal dari logam berat dan racun lainnya) terutama pada masa awal kehamilan sang ibu </li><li>
	Ibu punya riwayat pernah terpapar infeksi virus saat&nbsp;hamil</li><li>
	Ibu mengonsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan</li></ul><h3>2. Anak dengan autisme cenderung agresif</h3>Mengutip dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, gejala autisme dapat berkaitan dengan dua gangguan: <ul><li>	Komunikasi dan interaksi sosial. Tidak merespons saat diajak bicara atau ditanya, serta sulit menjalin hubungan sosial-emosional secara timbal balik dengan orang lain.</li><li>
	Pola perilaku atau aktivitas yang terbatas dan berulang. Misalnya, mengepakkan tangan, berputar, dan berlari bolak-balik. Aktivitas sehari-hari dianggap sebagai ritual yang dilakukan secara kaku, tidak boleh berubah sedikit pun. </li></ul>Seperti dilansir oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, kurangnya reaksi anak autistik terhadap rangsangan dari luar membuatnya dapat bereaksi berlebihan atau tidak wajar. Terutama jika ada rangsangan nyeri, suhu, suara, atau tekstur benda. 
Gejala ini dapat mengganggu anak dalam berinteraksi sosial, bermain, maupun dalam aktivitas lainnya. Tak heran bila orang melabelinya sebagai anak agresif.<h3>3. Paparan gadget atau TV bisa menyebabkan autisme</h3>Anak yang terlalu sering bermain gadget bisa memperlihatkan perilaku yang mirip dengan anak autistik. Misalnya saja, anak jadi tidak responsif saat diajak berkomunikasi oleh orangtuanya. Namun, bukan berarti anak yang sering main gadget atau nonton TV lantas bisa mengalami autisme. Dan, bukan berarti juga gadget adalah penyebab autisme. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/benarkah-hobi-main-gadget-bisa-bikin-anak-autis-1640779327741" target="_blank">Benarkah Hobi Main Gadget Bisa Bikin Anak Autis?</a> 
<h3>4. Anak autis bisa sangat cerdas atau punya gangguan kecerdasan</h3>Sebagian anak autisme dikenal memiliki keterampilan splinter atau splinter skill. Keterampilan ini membuatnya menonjol dalam bidang tertentu, seperti daya ingat, membaca, seni, musik, matematika, atau olahraga. Misalnya, bisa menyebut angka dari satu hingga satu juta pada usia 5 tahun atau mengingat daftar nama tumbuhan. Pada anak autistik, memiliki keterampilan splinter tidak berarti ia memahami apa yang dikuasai. Anak mungkin bisa membaca pada usia 3 tahun, tapi belum tentu paham arti kata yang dibacanya. <h3>5. Autisme adalah gangguan mental</h3>Autisme berkaitan dengan gangguan neurologis, tepatnya kelainan pada struktur otaknya. Karena, gangguan ini tidak bisa ditangani dengan pemberian obat, melainkan dalam bentuk terapi. Beberapa jenis terapi yang bisa diberikan pada anak autistik antara lain adalah:<ul><li>	Terapi perilaku</li><li>
	Terapi lewat permainan</li><li>
	Terapi okupasi</li><li>
	Terapi fisik</li><li>
	Terapi bicara</li></ul>Orangtua perlu bekerjasama dengan dokter spesialis anak, psikolog, serta terapis terkait supaya anak autistik bisa berkembang dengan baik. Bila Anda punya pertanyaan seputar autisme pada anak atau ingin berkonsultasi seputar kondisi si Kecil, coba lakukan telekonsultasi lewat AlteaCare. Di sini Anda bisa terhubung dengan berbagai dokter spesialis berpengalaman. Yuk, download <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">AlteaCare</a> sekarang! 
 Sumber:<ul><li>Aditya, C. J., Dahliana, J. K., Widodo, A. D., &amp; Sekartini, R. (2021). Autism spectrum disorder screening in children aged 16-30 months using the Modified Checklist for Autism in Toddlers-Revised (M-CHAT-R). Paediatrica Indonesiana, 61(5), 247-52.</li><li>
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Diakses pada Maret 2022. Hari Peduli Autisme Sedunia: Kenali Gejalanya, Pahami Keadaannya</li><li>
Healthline. Diakses pada Februari 2022. Everything You Need to Know About Autism Spectrum Disorder (ASD)</li><li>
Autism Association Western Australia. Diakses pada Februari 2022. What Are The Common Misconceptions Of Autism?</li><li>
Verywell Health. Diakses pada Februari 2022. 8 Things That Don't Cause Autism Autism isn't contagious</li><li>
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diakses pada Maret 2022. Autisme: Adakah harapan?</li><li>
Verywell Health. Diakses pada Maret 2022. What Are Splinter Skills in Autism?</li></ul>

5 Mitos Tentang Autisme Pada Anak. Vaksin Salah Satunya!

Sering masukkan tangan ke mulut bukan berarti bayi sudah siap untuk diberi MPASI pertama - AlteaCare | Foto: Envato

Idealnya, bayi mulai dapat makanan pendamping ASI atau MPASI pertama pada usia 6 bulan. Namun, banyak ibu sudah mulai memberikannya saat si Kecil berusia 4 bulan.Alasannya beragam. Bisa karena si Kecil sudah merespons dengan buka mulut ketika sendok didekatkan. Atau ternyata dia bisa memindahkan makanan dari sendok ke mulut. Tapi, baik Kementerian Kesehatan maupun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sepakat, MPASI pertama tetap harus diberikan pada usia 6 bulan. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/menyusui-investasi-terbaik-bagi-si-buah-hati-1639977136588" target="_blank">Menyusui, Investasi Terbaik Bagi si Buah Hati</a> 
<h2>Kenapa tunggu sampai usia 6 bulan?</h2>Karena kebutuhan energi dan nutrisi bayi usia 4-6 bulan masih dapat terpenuhi seluruhnya oleh air susu ibu (ASI). Pemberian MPASI diberikan kalau ASI sudah tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, yaitu ketika ia berusia sekitar 6 bulan. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 41 tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, pada usia 6-12 bulan ASI hanya menyediakan separuh atau lebih dari kebutuhan gizi bayi. Sementara pada usia 12-24 bulan, ASI hanya menyediakan sepertiga dari kebutuhan gizinya. Itu sebabnya, MPASI pertama diberikan mulai bayi berusia 6 bulan.Dampak memberikan MPASI terlalu awal pada bayi, yaitu pada usia di bawah 6 bulan adalah:<ul><li>	Menggantikan asupan ASI, sehingga kebutuhan zat gizi bayi sulit terpenuhi</li><li>	Bila makanan yang diberikan berbentuk cair, seperti sup dan bubur encer, kandungan zat gizinya rendah</li><li>	Bayi berisiko terkena penyakit karena kurangnya faktor perlindungan dari ASI</li><li>	Dari sisi higienitas, MPASI tidak sebaik ASI</li><li>	MPASI tidak mudah dicerna seperti ASI dan dapat meningkatkan risiko alergi</li><li>	Ibu pun berisiko untuk hamil lagi jika frekuensi pemberian ASI berkurang</li></ul><h2>5 miskonsepsi terkait dengan pemberian MPASI pada bayi</h2>Hingga kini, di luaran masih banyak mitos maupun miskonsepsi terkait pemberian MPASI pertama. Yuk, kita luruskan miskonsepsi ini: 
<h3>1. Sering masukkan tangan ke mulut berarti siap makan</h3>Perilaku ini sering dianggap tanda bayi lapar. Tapi, lihat dulu. Apakah selain tertarik memasukkan jari ke mulut, si Kecil juga sudah bisa mengunyah dan menelan. Dan, apakah dia sudah bisa duduk dengan posisi leher tegak.Bila belum, bayi belum siap untuk dapat MPASI. Memasukkan tangan ke mulut bisa jadi adalah perkembangan normal, bukan pertanda ingin makan. 
<h3>2. Diblender saja biar halus!</h3>Meski bayi usia 6 bulan belum punya gigi, Ibu tidak perlu bikin MPASI pertama buatnya sampai sehalus mungkin. Cukup lumatkan atau saring halus saja makanannya, Bu! Kalaupun masih ada yang kasar sedikit, tidak masalah. Karena bayi punya refleks untuk mengemut makanannya. 
<h3>3. Makanan bayi rasanya harus hambar</h3>Melansir dari situs IDAI, makanan anak di bawah 1 tahun boleh saja diberikan gula dan garam, namun sesedikit mungkin dan dengan tujuan supaya mau makan.Kalau Ibu mau memulai MPASI si Kecil tanpa tambahan gula dan garam, silakan. Sejalan dengan usia, perkenalkan juga bayi dengan cita rasa lainnya, misalnya dari kaldu dan sedikit bumbu lainnya.<h3>4. Makanan harus dihabiskan</h3>Saat bayi masih beradaptasi dengan MPASI pertama, sebaiknya ibu sabar dan banyak memberikan dorongan. Porsi makan untuk bayi usia 6-9 bulan adalah 3 sendok makan hingga setengah mangkuk ukuran 250ml. Tapi, jangan paksakan kalau bayi tidak sanggup makan sebanyak itu. Lagi pula, pada usia 6-9 bulan bayi masih mendapatkan ASI di samping makanan padat. <h3>5. Ikan dan telur nanti dulu kalau sudah usia setahun</h3>Siapa bilang ikan dan telur tidak boleh jadi menu MPASI si Kecil? Menurut IDAI, sebenarnya tidak ada urutan tertentu dalam pemberian MPASI, misalnya karbohidrat dulu, lalu setelah 3 bulan baru daging. Makanan mengandung karbohidrat, protein (daging, ayam, telur, dan ikan), sayuran, dan buah-buahan bisa diberikan sejak usia 6 bulan. Menunda pemberikan ikan dan telur sampai usia satu tahun ternyata juga tidak berguna untuk mencegah alergi. 
Baca juga: <a href="https://alteacare.com/article-detail/penting-1000-hari-pertama-dalam-tahap-perkembangan-bayi-1632555028546" target="_blank">Penting, 1.000 Hari Pertama Dalam Tahap Perkembangan Bayi</a> 
 
Meskipun bayi sudah mulai makan MPASI pertama, bukan berarti Ibu setop memberikan ASI, ya. Tetap teruskan hingga si Kecil berusia 2 tahun, sebab pemberian ASI bisa menjaga kesehatan dan kekuatannya.Sobat Altea masih belum tahu jenis makanan untuk jadi MPASI pertama sang buah hati? Ayo, konsultasikan dengan dokter spesialis anak. Lakukan telekonsultasi dari rumah saja untuk bertemu dengan dokter andalan di AlteaCare. Segera <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank">download </a>AlteaCare dan booking dokter kesayangan Anda! 
 Sumber:<ul><li>Ikatan Dokter Indonesia. Diakses pada Desember 2021. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)</li><li>Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 41 tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang</li><li>Today's Parent. Diakses pada Desember 2021. Feeding baby: 5 first-food myths</li><li>Ikatan Dokter Indonesia. Diakses pada Desember 2021. Memberi Makan pada Bayi: Kapan, Apa, dan Bagaimana?</li></ul>